SuaraSurakarta.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima menegaskan bahwa DPR tidak tertarik untuk menindaklanjuti usulan menjadikan Kota Solo sebagai Daerah Istimewa Surakarta (DIS).
"Tidak ada urgensi untuk membahas hal tersebut. Karena Kota Solo saat ini sudah berkembang sebagai kota dagang, pendidikan, dan industri," terangnya, Jumat (9/5/2025).
Aria Bima menyebut saat ini belum ada konsensus mengenai urgensi dan mekanisme pembentukan status tersebut. Bahkan status istimewa tidak diperlukan dan tidak relevan.
"Status istimewa tidak diperlukan dan tidak relevan dengan kebutuhan kota saat ini. Meskipun secara historis memiliki kekhususan, tapi belum ada konsensus mengenai urgensi dan mekanisme pembentukan status tersebut," ungkap politisi PDIP ini.
Baca Juga:Wacana Daerah Istimewa Surakarta Kembali Ramai, Keraton Solo Sambut Positif?
Aria Bima mengatakan kalau fokus utama sekarang itu, bagaimana meningkatkan perekonomian dan kerja sama antar daerah di wilayah Soloraya,
Mulai Solo, Kabupaten Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Karanganyar, Wonogiri dan Sragen. Karena itu sebagai wilayah penyangga.
"Yang menjadi fokus utama saat ini bagaimana meningkatkan perekonomian dan kerja sama antar daerah di wilayah Soloraya," jelas dia.
Aria Bima mengaku secara historis, Solo memang memiliki suatu kekhususan di era kolonial hingga kebudayaan. Tapi keinginan Solo menjadi daerah istimewa kini sudah tak relevan.
"Secara historis memang mempunyai suatu kekhususan di dalam proses melakukan perlawanan zaman penjajahan dulu dan mempunyai kekhasan sebagai daerah yang mempunyai kekhususan dan kebudayaan," papar dia.
Baca Juga:Imbas THR Terhutang, Komisi IX DPR Minta Pemerintah Tegas ke PT Sritex
"Tapi saya melihat apakah relevansi untuk saat ini? Solo ini sudah menjadi kota dagang, Solo ini udah menjadi kota pendidikan, kota industri. Tidak ada lagi yang mesti diistimewakan, Solo dengan Papua sama lah," pungkasnya.
Sebelumnya, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo akan bicara soal munculnya wacana pembentukan Daerah Istimewa Surakarta (DIS) yang kembali mencuat dan viral.
Utusan PB XIII, KPA Dany Nur Adiningrat menyebut jika pembentukan DIS bukan sebuah pembicaraan baru. Wacana itu sudah muncul cukup lama dan sekarang mencuat lagi.
"Ini merupakan hal-hal yang banyak dibicarakan bukan cuma di masa sekarang tapi sejak dulu. Perlu dicermati dengan betul-betul, ya memang harus dicermati betul-betul karena secara kesejarahan Keraton Kasunanan Surakarta adalah negara pertama yang mengakui kedaulatan NKRI yang masih baru lahir," terangnya.
Dany mengatakan kelahiran NKRI juga tidak lepas dari peran tokoh-tokoh keraton yang membidani lahirnya Republik Indonesia.
Sehingga hal ini ada kepihakan kedudukan dari presiden Indonesia pertama Sukarno, yang menetapkan bahwa salah satu yang termaktub adalah menetapkan bahwa Susuhunan pada kedudukannya dan lain sebagainya.
"Lalu pada 1 September, Sinuhun enam hari terlebih dahulu daripada Keraton Yogyakarta menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia," kata dia.
Menurutnya DIS merupakan amanah UUD. Maka seyogyanya di era modern ini, yang sudah tenang ini itu dirasa perlu bahwa hak-hak Keraton Kasunanan Surakarta maupun Puro Mangkunegaran ini dikembalikan.
"Karena ini bukan cuma satu menyangkut hak-haknya, akan tetapi juga menyangkut daerah-daerah atau aset-asetnya. Maksudnya apa, banyak klaim sepihak dari beberapa masyarakat atau pemerintahan yang sekarang baik itu tingkat bawah sampai atas bahwa seakan-akan bahwa wilayah-wilayah atau aset-aset dari Keraton Kasunanan maupun Pura Mangkunegara dan tersebut merupakan milik eks tanah swapraja. Padahal tidak seperti itu," paparnya.
Dany menjelaskan sangat perlu adanya pembentukan DIS. Karena di era modern seperti ini banyak persaingan, sehingga dibutuhkan kesatuan masyarakat adat atau kebudayaan.
"Tapi saya juga memandang bahwa kenapa ini perlu? Karena di era modern ini, di era apa namanya persaingan antara bangsa begitu ketat, perang proksi, perang asimetri, kesatuan masyarakat adat atau kebudayaan ini merupakan tonggak atau pilar yang sangat penting bagi sebuah bangsa, bagi sebuah negara," jelas dia.
Kontributor : Ari Welianto