SuaraSurakarta.id - Abdul Karim Putra Wibowo (13), bukan satu-satunya korban kekerasan oleh kakak tingkatnya di Ponpes Az Zayadiyy Sukoharjo.
Abdul Karim, sempat dipukul dan ditendang oleh kakak tingkatnya sebelum akhirnya meninggal.
Salah satu santri yang sempat jadi korban tindak kekerasan adalah E (12), warga Desa Waru, Kecamatan Baki, Sukoharjo.
E, bahkan sempat trauma dan ketakutan. Ia pun hanya dua bulan dari Juli hingga Agustus 2024 sebelum akhirnya keluar dari pondok dan pindah ke boarding school.
Baca Juga:Kasus Tewasnya Santri, Kapolres Sukoharjo Sebut Pelaku Lakukan Tindakan Keji Ini
"Yang dialami anak saya, dua minggu setelah masuk pondok itu. Dia diminta anak kelas IX untuk melakukan pemalakan ke teman-temannya minta makanan," ujar ayahnya, E (41) saat ditemui, Rabu (18/9/2024).
E mengatakan kalau anaknya tidak mau melakukan permintaan kakak kelasnya itu. Tapi malah kakak kelasnya itu memukul, itu berlangsung beberapa hari.
"Anak saya tidak mau, malah dipukul. Terus anak saya memberikan bekal-bekal dari rumah dikasihkan ke kakak kelasnya itu," katanya.
Namun, itu terus berlanjut sampai bekal dari rumah habis untuk dikasihkan. Akhirnya kalau bahasa pondok itu 'mbabu', disuruh mencucikan baju hingga disuruh memijat.
"Itu dilakukan daripada disuruh mengambil makanan dari teman-temannya. Pernah juga anak saya dimasukan ke dalam kamar dan dikunci, lalu dipukuli oleh 3-4 anak. Setelah sempat jatuh diinjak perut dan kepalanya," ungkap dia.
Baca Juga:Diduga Korban Kekerasan, Ini 4 Fakta Tewasnya Santri Asal Solo
Ia bersama istri tahu ada keanehan pada anaknya itu saat ada jadwal sambangan ke pondok. Tapi anaknya tidak mau cerita, bahkan jaga jarak dari keluarganya.
Sebelum mau pulang agak merasa takut dan menangis lalu masuk ke dalam kamar. Lalu dua atau tiga hari setelah itu, ada temannya yang keluar pondok dan pamit keluar.
"Saya sempat menghubungi temannya itu kenapa kok keluar, di pondok kenapa, kan harus lebih sabar lagi. Terus mereka bertanya ke istri 'tante apa nggak diceritain anaknya' lalu dijawab istri 'diceritain apa mas', dijawab temannya 'anaknya juga dipukuli," paparnya.
"Saya sambang pondok itu, ada luka lebam di tangan dan leher. Katanya digigit semut sama jatuh saat bawa galon," tuturnya.
Dari cerita temannya itu, lalu mengumpulkan data-data dari teman-teman yang lain. Waktu itu terkumpul lima orang yang berani speak up menghadap ke ketua yayasan.
"Kita menceritakan itu semua tapi tanggapannya 'namanya pembullyan di pondok itu sudah biasa bu'. Terus saya cari waktu untuk jemput anak dan tak bawa ke psikolog agar bisa bercerita semua," sambung dia.
Ceritanya setelah kejadian dipukul dan sebagainya itu sudah datang ke keamanan pondok kalau bersama teman-temannya dipukuli. Tapi dari pihak keamanan malah menyampaikan kalau malasah ini diselesaikan bareng-bareng dan jangan cerita teman-temannya, kalau ditanya bilang saja betah di pondok.
"Harus jaga nama baik sekolah, itu yang tersimpan di memori anak saya. Ketika saya tanya awal sebelum tak ajak ke psikolog, kalau ditanya jawabannya harus jaga nama baik pondok. Ada juga yang menyampaikan 'sudah ikuti saja kakak kelas, yang penting aman," terangnya.
E menyebut kalau anaknya itu trauma dan takut dengan kejadian tersebut, saking takutnya itu tidak mau duduk di ruang tamu atau tengah. Langsung masuk ke dalam kamar dan dikunci.
"Ada trauma dan ketakutan, setelah dari psikolog itu baru mau tak ajak jalan-jalan dan makan hingga mau cerita sedikit. Sempat tertutup juga," ucap dia.
Anaknya itu masuk Ponpes Az Zayadiyy itu tahun ajaran 2024 kemarin bulan Agustus. Mulai ada perubahan itu setelah habis agustusan, dari yang jajannya sehari cuma Rp 10.000 - Rp 15.000 jadi Rp 40.000 - Rp 50.000 per hari.
"Dari situ indikasi kita ada pemalakan. Lalu makanannya sudah habis setor uang terus kehabisan lagi setor tenaga," imbuhnya.
Saat menemui pengurus bersama yang lain minta agar pelaku pembullying itu dikeluarkan. Kalau tidak akan cabut anak-anak, karena posisinya sudah sampai seperti itu.
"Pelaku sempat dihukum tapi teman yang lain atau gengnya itu masih tetap bekerja. Jadi sudah membentuk geng," paparnya.
Ditambahkan dari cerita-cerita ada santri lain di yang sedang tidur, hidungnya dimasuki minyak kayu putih. Ada juga yang kelaminnya dijepit pakai penjepit baju, ada yang ditabraknya ke lemari hingga berdarah.
"Ada yang sempat koma juga tapi itu yang tahun lalu, yang mimisan juga ada. Bahkan ada sebelum masuk pondok itu operasi hernia terus ditendang kemaluannya," tandas dia.
"Saat ini anak saya pindahkan ke boarding school di daerah Kartasura. Jadi di pondok hanya dua bulan saja, saat istri tahu anaknya jad korban kekerasan itu langsung sakit," pungkasnya.
Kontributor : Ari Welianto