SuaraSurakarta.id - DPD Partai Solidaritas Indonesia (DPD) PSI Solo mengaku tak tahu menahu mengenai mosi tidak percaya yang digulirkan 25 DPD kepada DPW PSI Jateng.
Sekretaris DPD PSI Solo, Trie Mardiyanto yang menjelaskan, kabar bergulirnya mosi tidak percaya itu malah dia dapatkan dari media.
"Kami malah tidak tahu. Ya kemarin hanya dapat kabar dari berita itu saja," kata Tri Mardiyanto, Rabu (1/5/2024).
Trie menjelaskan, DPD PSI Solo juga tidak mendapat undangan ataupun ajakan untuk menggulirkan mosi tidak percaya.
Baca Juga:Jadi Calon Alternatif PSI, Penguasa Mangkunegaran Berpeluang Menjadi Wali Kota Solo
Namun demikian, Trie tak menampik bahwa hubungan DPD PSI Solo dengan DPW PSI Jateng selama ini baik-baik saja. Hal itu menurut Trie menjadi penyebab DPD PSI Solo tidak diajak untuk menggulirkan mosi tidak percaya tersebut.
Lebih dari itu, Trie berpendapat dari infomasi yang ia dapat, pertemuan sejumlah kader dan Ketua DPD PSI di Solo kemarin tidak dihadir oleh semua kader dari 25 DPD yang menggulirkan isu tersebut.
"Mungkin karena selama ini hubungan kita dengan DPW dekat, kemudian tidak diajak tidak tahu juga. Tapi kenapa lalu tempatnya di Solo kurang tahu juga. Tapi kalau melihat foto-fotonya bukan dari DPD semua. Hanya ada dari Klaten sama Jepara. Tapi apakah mewakili 25 DPD tidak tahu juga," tambahnya.
Sebelumnya, internal DPW Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Jateng memanas. Hal itu setelah munculnya mosi tidak percaya yang digulirkan 25 DPD dari 34 PSI se-jawa Tengah.
Mereka menuntut Ketua DPW PSI Jateng, Antonius Yogo Prabowo untuk dicopot.
Baca Juga:PSI Sebut Mangkunegara X Jadi Alternatif di Pilkada Solo, Tapi Menunggu Arahan
Ketua DPD PSI Kabupaten Jepara Albert Siahaan menjelaskan, langkah ini dilakukan kader PSI ditingkat daerah bukan karena banyak keder yang tidak berhasil melenggeng ke legislator.
"Ini dalam rangka agar PSI kedepan lebih baik lagi. Apalagi sejak awal, semangat PSI adalah membina generasi muda agar bisa berkiprah di Politik. Sehingga kami ingin pemimpin yang bisa mengayomi pengurus," kata Albert dalam pertemuan di Klodran, Colomadu, Karanganyar, Selasa (30/4/2024).
Albert mengatakan para kader di partai merasakan diskriminasi pada saat pemilu lalu. Dimana kepemimpinan DPW yang yang menjalankan roda kepartaian tidak sesuai aturan.
"Misalkan ketua DPW melakukan penggantian pengurus ditingkat DPD tidak sesuai aturan atau inkonstisional," ujarnya.
"Ada aturan dari DPP, dimana struktural DPD tidak boleh diganti selama masa pemilu berlangsung. Tetapi ada beberapa DPD yang diganti strukturalnya dimasa Kampanye oleh DPW, sehingga terjadi kekacauan ditubuh partai pada saat pemilu," tutur dia.