Ia pun mengingatkan bahwa sesuai amanah UU Perlindungan Konsumen, pemerintah harus dapat mewujudkan kehadirannya secara nyata dengan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi, serta akses untuk mendapatkan informasi.
"Ketika konsumen merasakan ada praktik diskriminasi dam penyusunan ataupun implementasi regulasi pertembakauan, memang sudah seharusnya konsumen menuntut haknya untuk didengarkan pendapat maupun keluhannya hingga hak untuk berpartisipasi dapat terwujud," urai Ayub.
Sementara, Edo Johan Pratama, Sekretaris KNPI Kota Surakarta, mengapresiasi komitmen Pakta Konsumen yang terus memperjuangkan hak perlindungan dan hak partisipatif dalam penyusunan peraturan.
Ia menyebut bahwa di tingkat daerah, penyusunan regulasi, baik oleh legislatif maupun ekseskutif, nyaris tidak pernah membuka ruang bagi komunitas konsumen tembakau. Stigma atau persepsi negatif seakan begitu melekat pada konsumen pertembakauan. Padahal, perkumpulan konsumen seperti KNPI siap untuk berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan peraturan agar terwujud peraturan yang adil dan berimbang bagi konsumen rokok dan tembakau.
Baca Juga:Alokasi Pupuk Petro Ningrat untuk Petani Tembakau
"Sejak sebelum peraturan itu lahir, konsumen pertembakauan sudah mendapatkan diskriminasi. Nah, maka wajar ketika regulasi itu diimplementasikan, yang muncul justru potensi-potensi pelanggaran konsumen. Dengan kata lain, peraturan tidak bisa diimplementasikan di lapangan dengan baik akibat kondisi, pemahaman yang minim dan fasilitas infrastruktur yang tidak memadai," paparnya.
Selain itu, dirinua juga menyayangkan bahwa pemerintah baik level daerah maupun pusat belum hadir dan merangkul konsumen sebagai pihak yang berkontribusi nyata terhadap penerimaan negara.
Dalam hal ini, Konsumen siap untuk bergandengan tangan dengan pemerintah untuk menyusun berbagai peraturan di berbagai level demi terlindunginya hak-hak konsumen," terangnya.