SuaraSurakarta.id - Masyarakat digemparkan dengan meninggalnya Babe Cabita, Selasa (9/4/2024) pukul 06.38 WIB di Rumah Sakit Mayapada, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Jenazahnya telah dimakamkan setelah shalat Ashar di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kampung Gunung, Cirendeu, Tangerang Selatan.
Meski demikian, tidak disebutkan penyebab kematian komedian tersebut. Namun, tahun lalu Babe Cabita sempat menjalani perawatan di rumah sakit untuk penyakit anemia aplastik yang dideritanya.
Praktisi Kesehatan Masyarakat dr.Ngabila Salama menyatakan anemia aplastik merupakan kondisi seseorang yang mengalami kegagalan sumsum tulang belakang untuk mereproduksi tiga jenis sel.
Baca Juga:Pemilu 2024 Tingkatkan Risiko Depresi? Ini Kata Peneliti Kesehatan
"Ketiga sel itu meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit)," kata Ngabila dilansir dari ANTARA, Rabu (10/4/2024).
Menurut Ngabila, yang menjabat sebagai Kasie Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Tamansari Jakarta itu, ada beberapa penyebab seseorang terkena anemia aplastik, di antaranya penyakit tersebut bisa didapat dari adanya keturunan genetik atau didapat selama hidup karena penyakit menular atau tidak menular, efek kemoterapi dan radioterapi pada kanker, autoimun, konsumsi obat-obatan atau zat kimia dan infeksi lainnya.
Namun, kata dia, potensi seseorang terkena anemia aplastik amatlah jarang.
"Kondisi ini sangat jarang, kurang dari 15.000 orang per tahunnya di Indonesia atau lima kasus per 100.000 penduduk sehingga sulit dikenali gejalanya," ucap dia.
Penderitanya disebut mengalami gejala seperti mudah merasa lemah, letih, lesu, lambat berfikir, dan loyo akibat kurangnya sel darah merah.
Baca Juga:Awas! Penggunaan 'Headphone' Bisa Berdampak Buruk Bagi Kesehatan Anak
Kemudian mudah sakit dan terkena infeksi menular seperti batuk pilek dan diare karena sel darah putih yang tidak cukup memberi proteksi pada tubuh.
Gejala lain yang dirasakan karena kekurangan keping darah yaitu mudah mengalami memar, muncul lebam kebiruan pada kulit bahkan saat tidak mengalami benturan dengan sebab yang jelas hingga sering mimisan.
Ia menyarankan agar penyakit tersebut tidak menyebabkan perburukan gejala, masyarakat segera melakukan deteksi dan mengakses pengobatan secara dini. Skrining kesehatan dapat dilakukan secara berkala per enam bulan sekali.
Salah satu contoh program deteksi dini yang diberikan pemerintah secara gratis yaitu program calon pengantin yang mencakup pemeriksaan darah kedua calon dan pemeriksaan ibu hamil.
Sementara pada anak-anak dengan riwayat keturunan kanker seperti kanker darah atau autoimun, dianjurkan untuk melakukan skrining darah secara berkala enam atau 12 bulan sekali dengan pemeriksaan hematologi lengkap, bahkan sesuai anjuran dokter bisa jadi diperiksakan bone marrow puncture dan Red Blood Cell Distribution Width (RDW) untuk mengukur kisaran ukuran sel darah merah.
"Selain menjaga pola hidup sehat, ada baiknya kita segera periksakan darah lengkap secara gratis dengan BPJS di puskesmas terdekat atau mandiri," kata Ngabila.