SuaraSurakarta.id - Pernikahan yang kedua atau lebih bisa menjadi tidak harmonis saat pasangan mengungkit masa lalu. Apalagi jika membandingkan kebaikan dan keburukan dengan pasangan sebelumnya.
Psikolog keluarga dan pernikahan Yulistin Puspaningrum menyampaikan pentingnya menghindari membandingkan calon pasangan baru dengan pasangan sebelumnya saat memutuskan untuk membangun hubungan pernikahan baru setelah bercerai.
"Kita cari jodoh yang bisa menutup masa lalu, artinya tidak membandingkan dengan pasangan sebelumnya," katanya dikutip dari ANTARA pada Kamis (29/2/2024).
Ia mengatakan, setiap orang memiliki karakter dan kepribadian masing-masing, karena itu sebaiknya tidak membandingkan calon pasangan baru dengan pasangan sebelumnya. Lebih baik fokus pada upaya untuk membangun keluarga bersama calon pasangan baru.
Baca Juga:Dihadiri Tamu VVIP, Kaesang Pangarep Tampil Gagah Bak Raja Mataram Kuno
Menurut dia, penting pula bagi pasangan untuk menghadirkan suasana layaknya pacaran dalam upaya membangun hubungan.
"Di dalam kehidupan berumah tangga mereka perlu waktu berdua kayak pacaran lagi. Kadang ada orang tua enggak tega ninggalin anaknya karena masih kecil, (kalau begini) bisa minta saudara untuk jaga anaknya dulu," katanya.
Apabila salah satunya sudah punya anak, ia mengatakan, maka sebaiknya anak dikenalkan kepada calon pasangan baru dan diberi waktu agar bisa memahami dan menerima bahwa ibu atau ayahnya akan menikah dengan orang tersebut.
"Kalau dilihat pasangan karakternya oke, kita bujuk, anak tetap enggak mau, ya segera diputuskan, mau terus apa berhenti tetap mengutamakan anak," katanya.
Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan perasaan dan pendapat anak dalam membuat keputusan untuk membangun hubungan pernikahan yang baru setelah bercerai.
Baca Juga:Saat Para Menteri Kompak Berpose Salam Saranghae di Resepsi Kaesang-Erina
Namun, jika anak tidak menerima kehadiran orang baru dalam hidup ayah atau ibunya tanpa alasan logis, seperti hanya tidak ingin orang tuanya bersama orang lain, Yulistin mengatakan, pasangan bisa mempertimbangkan untuk melanjutkan hubungan karena bisa jadi penolakan terjadi karena anak belum memahami kebutuhan orang tuanya.
Ia juga mengemukakan perlunya mengomunikasikan rencana pernikahan dengan keluarga besar.
"Kalau enggak setuju, apa pertimbangannya... Kalau misal dirasa pertimbangannya enggak logis, ya sudah ambil jalan enggak perhatikan pertimbangan tadi," katanya.