SuaraSurakarta.id - Taman Sriwedari adalah sebuah taman yang terletak di jantung Kota Solo.
Beberapa tahun lalu, tempat tersebut menjadi destinasi wisata favorit masyarakat, terlebih dengan adanya taman hiburan rakyat (THR).
Namun sejak 2017 silam, THR Sriwedari telah tutup seiring berakhirnya sewa lahan dengan Pemkot Solo. Lokasi itu akhirnya dibangun sebuah masjid namun hingga kini tak kunjung selesai.
Taman Sriwdari diketahui memiliki sejarah panjang dan sangat menarik.
Baca Juga:Menelusuri 'Geng Solo' Jokowi di TNI/Polri, Semua Punya Jabatan Mentereng
Bagaimana tidak, menurut legenda, taman ini telah diciptakan oleh Batara Wisnu, salah satu dewa utama dalam agama Hindu. Dewa Wisnu adalah salah satu dewa yang dikenal sebagai pemelihara alam semesta.
Menurut cerita, Batara Wisnu menciptakan Taman Sriwedari sebagai tempat peristirahatan dan hiburan bagi para dewa dan makhluk surgawi lainnya. Taman ini dihiasi dengan keindahan alam dan taman yang indah, serta berbagai makhluk surgawi tinggal di dalamnya.
Sebagaimana dikisahkan dalam Serat Arjunasasra, Taman Sriwedari merupakan taman buatan Prabu Arjunasasra yang keindahannya disebut mirip dengan taman surga karena memang ciptaan Sri Batara Wisnu.
Kisah Berdirinya Taman Sriwedari
Dikisahkan, sewaktu pulang dari lawatan ke Ponorogo, Jawa Timur, Sinuhun Pakubuwana II sampai di Kartasura dengan mendapati keadaan keratonnya rusak akibat serangan tentara China.
Baca Juga:Profil 4 Bupati PDIP di Solo Raya yang Absen saat Gibran Meresmikan Proyek PLTSa
Sinuhun kemudian menitahkan agar segera menyiapkan tempat untuk pemindahan Keraton. Pada akhirnya, mereka memilih tempat yang bernama Dusun Sala. Penetapan pemilihan tempat tersebut dilakukan berdasasrkan pada berhentinya langkah gajah Sinuhun.
Titik berhentinya gajah tersebut berdasarkan kepercayaan orang-orang terdahulu adalah di selatan Loji Sriwedari yang saat ini dikenal sebagai Balekambang. Di situlah kemudian ditetapkan sebagai bakal keraton. Pohon beringin pun telah ditanamkan.
Namun, belum jadi didirikan, menyusul ramalan yang menyatakan bahwa jika keraton dibangun di tempat itu, maka keraton terancam tidak akan langgeng. Karena itu, titiknya digeser lebih ke timur. Titik hasil pergeseran itu adalah keraton yang ada hingga kini.
Daerah pemukiman itu pun berkembang pesat hingga dibangunlah Taman Sriwedari yang disebut taman raja. Di sisi timur, dibangun Loji Agung yang saat ini menjadi mueseum. Konon, Loji tersebut dibangun Tuan Susman yang kemudian pernah ditempati oleh warga Belanda.
Tempat itu kini dianggap angker karena cukup lama dibiarkan kosong. Sesekali, Kanjeng Pangeran Arya Mangkudiningrat pernah menempatinya hingga beberapa tahun. Namun, kembali dibiarkan kosong.
Sementara, di sisi barat Loji Agung dibangun rumah milik Ki Padmasusastra. Tempat itu sempat menjadi tempat belajar-mengajar kesusastraan Jawa. Tempat itu dijuluki Lamongan diambil dari nama cikal-bakal penghuninya, yakni Mas Ngabei Lamong. Semakin ke barat, rumah Mas Ngabei Karyadongsa dibangun.
Kondisi Taman Sriwedari Saat Ini
Selama berabad-abad, Taman Sriwedari kemudian menjadi tempat yang sangat penting dalam budaya dan kehidupan masyarakat Surakarta.
Taman ini digunakan untuk berbagai kegiatan seni dan budaya, seperti pertunjukan wayang kulit, tari tradisional, hingga musik gemelan.
Taman ini juga menjadi pusat hiburan dan rekreasi bagi masyarakat setempat. Selain untuk bersantai, para pengunjung pun dapat menikmati pertunjukan yang menarik.
Pada tahun 1765, Kerajaan Surakarta di bawah pemerintahan Sunan Pakubuwono III memutuskan untuk mengubah Taman Sriwedari menjadi arena pertunjukan yang lebih besar dan modern.
Kini, taman ini menjadi salah satu warisan budaya yang penting dalam sejarah kehidupan masyarakat Surakarta.
Namun, lantaran sengketa lahan yang tiada berkesudahan, Taman Sriwedari akhirnya terganggu dan ditutup permanen.
Kontributor : Dinnatul Lailiyah