SuaraSurakarta.id - Kampung Sambeng, Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo menyimpan sejarah panjang pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Konon, Kampung Sambeng Solo merupakan salah satu basis PKI kala itu. Banyak warga yang menjadi kader PKI.
Bahkan Kampung Sambeng menjadi tempat persembunyian pemimpin PKI, Dipa Nusantara (DN) Aidit. DN Aidit bersembunyi di salah satu rumah sebelum akhirnya tertangkap oleh pasukan tentara Indonesia pada 22 November 1965.
Di mana pada waktu itu para tentara mengepung rumah milik Kasim yang dipakai untuk persembunyian pentolan PKI tersebut.
Prapto (70), warga Sambeng RT 02 RW 03 Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari merupakan salah satu sanksi pada peristiwa tersebut.
Pada waktu itu, Prapto masih berusia 12 tahun dan masih sekolah di Sekolah Rakyat (SR). Ia masih ingat betul saat pasukan tentara mendatangi kampungnya.
"Kejadiannya itu jam 3 dini hari. Warga kampung pada bangun dan kaget banyak tentara yang datang," ujar Prapto saat ditemui di rumahnya di RT 02 RW 03 Sambeng, Kamis (29/9/2022)
Menurutnya, pada waktu itu tentara pakai seragam datang ke Sambeng dan mengepung sebuah rumah yang tidak jauh dari rumahnya.
Para tentara datang, karena dapat informasi jika pimpinan PKI, DN Aidit bersembunyi di kampung. Tentara pun menggeledah rumahnya tapi tidak ada.
Baca Juga:Daftar Susunan Pemain Persis Solo vs PSM Makassar: Debut Gianluca Pandeynuwu
"Pak Kasim diminta untuk menunjukan, lalu ditunjukan di belakang lemari. Kemudian ditangkap," katanya.
Setelah itu warga kampung yang laki-laki ditangkap dan diintrogasi termasuk bapaknya. Mereka dikumpulkan dan disuruh jongkok, tangannya di atas kepala.
"Semua laki-laki di sini ditangkap tidak peduli siapa. Saya tidak, tapi sempat ditodong senapan di dada oleh tentara, kaget. Lalu ada yang bilang ini masih SR terus tidak dibawa," kenang dia.
Setelah dikumpulkan jadi satu selanjutnya semua warga yang ditangkap dibawa ke suatu tempat sekitar pukul 04.00 WIB.
Di sana itu mereka dicek, siapa-siapa yang terlibat PKI. Kalau tidak terlibat bisa langsung pulang, kalau yang terlibat langsung ditahan.
"Bapak dipulangkan karena tidak terbukti terlibat setelah dua hari. Itu banyak yang tidak pulang, ada yang beberapa bulan dan tahun baru dipulangkan," sambungnya.
Prapto mengatakan, warga tidak tahu kalau DN Aidit bersembunyi di Sambeng. Bahkan datang kesini kapan tidak ada yang tahu, apalagi selalu di dalam rumah terus.
"Warga banyak yang tidak tahu kalau DN Aidit datang dan sembunyi disini. Tiba-tiba tentara itu datang kesini, warga tidak tahu apa-apa dan pada tanya, ada apa, ada apa," ungkap dia.
Rumah yang dipakai buat persembunyian itu milik Bu Harjo, kemudian dikontrak sama Pak Kasim yang merupakan teman DN Aidit. Jarak dari rumahnya ke rumah persembunyian DN Aidit hanya sekitar 20 meter saja.
Kampung Sambeng, lanjut dia, banyak warga yang PKI. Prapto pun ingat, dulu sering dipakai latihan nyanyi dan joget genjer-genjer, nandur jagung di dekat sini.
"Dulu sering buat latihan nyanyi genjer-genjer sambil joget-joget dan bawa pedang buat jaga-jaga. Itu dulu merupakan kesenian," terangnya.
Rumah persembunyian DN Aidit, sekarang ditempati Nuri Andrianto. Ia membeli rumah itu tahun 2012 lalu, saat beli dulu tidak ada lagi yang tersisa dari tempat persembunyian DN Aidit.
"Luasnya lahannya itu 160 meter persegi. Dulu rumahnya kecil dan banyak lahan kosong. Di depan rumah, dulu ada pohon belimbing dan mangga," jelas Andrianto.
Ia kemudian dibongkar total dan diratakan dengan tanah. Lalu dibangun bangunan baru lagi berlantai dua.
Saat beli dulu itu atapnya rusak, kayu-kayunya juga sudah rusak. Informasinya dulu katanya ada lemari, tapi pas dibeli tidak ada.
"Ini bangunan bangunan baru semua. Bangunan lama dirobohkan dan tidak ada yang tersisa," pungkas dia.
Kontributor : Ari Welianto