"Itu ada ritual pakai ritual khusus dam harus ada. Ritualnya selametan pakai tumpengan," sambungnya.
Agus pernah menghilangkan ritual khusus dan sempat tidak percaya. Tapi kenyataannya gong dengan diameter yang besar 90 cm ke atas, kalau tidak pakai ritual khusus pecah terus tapi setelah pakai ritual dengan pesannya kakek dan bapak hasilnya bagus tidak pecah.
"Alasan menghilangkan ritual itu, dipikir-pikir anak muda zaman sekarang mana mungkin percaya seperti itu. Tapi kenyataannya benar juga," jelas dia.
Ada tiga bahan yang digunakan dalam pembuatan gamelan, yakni perunggu, kuningan, dan besi. Perbedaan bahan baku pembuatan ini pun mempengaruhi cara pembuatan dan harga jualan.
Baca Juga:Darma Wanita Konsulat RI di Shanghai Ramaikan Program Kebaya Goes to UNESCO
Proses pembuatan gamelan bahan baku perunggu, harus melalui proses peleburan dan ditempa. Jika menggunakan kuningan dan besi, cukup dipotong, diplat, lalu dilas.
"Harga satu set gamelan jawa dari perunggu itu paling murah Rp 450 juta. Kalau kuningan satu setnya mencapai Rp150, sedangkan besi paling Rp 90 juta," paparnya.
Produk gamelan yang dibuat ini pasarannya tidak hanya di dalam negeri tapi juga luar negeri, seperti Jerman, New York, Malaysia dan negara lainnya.
"Pembuatan satu set gamelan Jawa dengan bahan baku tembaga, memakan waktu 3 bulan. Karena semua komponen dikenakan sendiri," ujar dia.
Saat pandemi Covid-19 lalu, bisnis gamelan terjadi pasang surut. Tapi sekarang sudah mulai menggeliat lagi.
Baca Juga:Kebaya Goes to UNESCO, Perempuan Berpose Cantik di Kota Tua Shanghai
Ketika ditanya soal ditetapkannya gamelan sebagai warisan budaya tak benda UNESCO, Agus merasa bangga dan senang.
Setelah penetapan dari UNESCO ini diharapkan banyak anak-anak muda lebih mencintai gamelan.
"Saya sangat senang, sekarang banyak anak muda yang mencintai alat musik gamelan, dibandingkan dulu sebelum diakui UNESCO," tandas dia.
Kontributor : Ari Welianto