Pilpres 2024 Menurut Suvei SMRC: Bukan Partainya, Kualitas Capres yang Menentukan Suara

Pilpres 2024 sudah mulai dibahas, hasil survei SMRC kali ini menyebutkan pengaruh suara pemilih bukan dari partainya tapi kualitas capres

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 07 Oktober 2021 | 16:58 WIB
Pilpres 2024 Menurut Suvei SMRC: Bukan Partainya, Kualitas Capres yang Menentukan Suara
Ilustrasi pemilu. Pilpres 2024 sudah mulai dibahas, hasil survei SMRC kali ini menyebutkan pengaruh suara pemilih bukan dari partainya tapi kualitas capres. (VectorStock)

SuaraSurakarta.id - Di mata pemilih, bukan partai yang menentukan publik akan memilih calon presiden (capres) yang mana, melainkan tingkat kedisukaan dan kualitas personal capres menjadi pilihan.

Demikian temuan survei eksperimental Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk ‘Partai dan Calon Presiden: Kecenderungan Sikap Pemilih Menjelang 2024’ yang dirilis pada Kamis, 7 Oktober 2021 di Jakarta.

Survei opini publik ini digelar pada 15 - 21 September 2021 melalui tatap muka atau wawancara langsung. Terdapat 981 responden yang valid terpilih secara acak (multistage random sampling) dari seluruh populasi Indonesia yang berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,19% pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling).

Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, menjelaskan bahwa metode survei eksperimen adalah satu cara untuk menguji hubungan kausal antara variabel independen dan dependen dalam survei opini publik.

Baca Juga:Survei SMRC Jika Pilpres Digelar Hari Ini: Habib Rizieq Ungguli Puan Maharani

Berbeda dengan survei-survei biasa di mana hubungan kausal hanya berdasarkan asumsi dan teori, survei eksperimental menunjukkan hubungan kausal itu secara metodologis sehingga dapat menghasilkan temuan yang menunjukkan ada atau tidaknya hubungan kausal tersebut secara lebih meyakinkan.

Dalam survei eksperimen, sebab ditetapkan lewat suatu desain eksperimen dengan memberikan treatment secara acak kepada responden kemudian melihat pengaruhnya pada akibat.

Dalam eksperimen ini, pemilih partai dihadapkan dengan pilihan presiden: apakah akan memilih capres yang dicalonkan partainya. Jika partai politik yang dipilih mencalonkan seseorang untuk menjadi presiden, ada 57% yang akan memilih calon tersebut, sementara 29% tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 15%.

Treatment 1: Bila partai yang dipilih tak mencalonkan calon presiden yang disukai pemilih partai tersebut apakah pemilih itu akan tetap memilih calon presiden pilihan partai tersebut? Ada 35% yang akan tetap memilih calon presiden yang tidak disukai tersebut, sementara 53% tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 12%.

Treatment 2: Bila ada calon presiden yang tak dicalonkan partai yang dipilihnya tapi dicalonkan oleh partai lain apakah akan memilih calon presiden tersebut? Ada 67% yang akan tetap memilih calon presiden tersebut, sementara 25% tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 8%.

Baca Juga:Jika Jadi Capres, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan Berpotensi Mendapat Suara Terbanyak

Dari temuan ini, Deni Irvani menyimpulkan bahwa di mata pemilih partai, kualitas personal capres lebih penting dibanding keputusan partai tentang calon presiden.

“Dukungan pemilih partai terhadap capres yang dicalonkan oleh partai menurun signifikan jika capres tersebut tidak disukai pemilih. Pemilih partai lebih memilih capres yang lebih disukainya meskipun capres tersebut tidak diusung oleh partainya,” kata Deni dari keterangan tertulis yang diterima SuaraSurakarta.id Kamis (7/10/2021).

Eksperimen berikutnya adalah untuk mengukur efek kualitas capres (empati dan integritas) yang dicalonkan partai terhadap pilihan pemilih partai pada calon presiden.

SMRC menemukan bahwa jika partai politik yang dipilih mencalonkan seseorang untuk menjadi presiden, ada 60% yang akan memilih calon tersebut, sementara 23% tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 17%.

Jika partai politik yang dipilih mencalonkan orang yang dinilai kurang perhatian kepada nasib rakyat dibanding calon yang lain, ada 9% yang akan tetap memilih calon presiden tersebut, sementara 83% tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 8%.

Jika partai politik yang dipilih mencalonkan orang yang dinilai kurang bersih dari korupsi dibanding calon yang lain, ada 9% yang akan tetap memilih calon presiden tersebut, sementara 80% tidak akan memilih calon tersebut. Yang tidak tahu/tidak menjawab 10%.

Menurut Deni, hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa kualitas calon dari segi ‘empati’ (perhatian pada rakyat) dan ‘integritas’ (bersih darikorupsi) berpengaruh signifikan terhadap dukungan pemilih partai pada calon presiden.

“Dukungan pemilih partai terhadap calon yang diusung oleh partai menurun signifikan jika calon tersebut kurang perhatian pada rakyat. Begitu juga, dukungan pemilih partai terhadap calon yang diusung oleh partai menurun signifikan jika calon tersebut kurang bersih dari korupsi,” kata Deni.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini