Jelang Ramadan, Tradisi Sadranan Tetap Dilakukan di Boyolali

Tradisi Sadranan di Boyolali dilakukan dengan terbatas, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 31 Maret 2021 | 09:27 WIB
Jelang Ramadan, Tradisi Sadranan Tetap Dilakukan di Boyolali
Sadranan digelar di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Boyolali, belum lama ini. [Istimewa]

SuaraSurakarta.id - Sadranan menjadi tradisi yang tak bisa dipisahkan oleh orang jawa saat menyambut bulan Ramadan

Seperti warga Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, tetap menggelar Sadranan yang merupakan tradisi masyarakat pada bulan Ruwah menjelang Ramadan.

Dilansir dari Solopos.com, acara Sadranan diisi dengan berdoa bersama untuk leluhur di makam-makam. Di wilayah Cepogo, sadranan biasanya juga diikuti acara silaturahmi atau open house, mengunjungi tetangga atau keluarga.

Namun karena masih masa pandemi Covid-19, acara semacam itu dihindari karena berpotensi menimbulkan kerumunan warga. Apalagi jika berkontak fisik dengan bersalaman. Untuk itu acara sadranan tahun ini digelar secara terbatas.

Baca Juga:Pekanbaru Kembali Tiadakan Tradisi Petang Megang Sambut Ramadan

Acara sadranan di wilayah Cepogo, Boyolali, sudah berlangsung sejak Senin (29/3/2021). Antara desa yang satu dengan desa lainnya, jadwalnya berbeda-beda. Desa Genting, Kecamatan Cepogo, sebagian melaksanakan sadranan pada Selasa (30/3/2021) pagi.

Kepala Desa Genting, Komedi, menyampaikan sadranan tahun ini digelar berbeda daripada sadranan sebelum-sebelumnya. Kali ini, sadranan hanya dilakukan dengan kegiatan berdoa bersama untuk para leluhur di permakaman.

Setelah itu warga pulang ke rumah masing-masing. "Cepat sekali acaranya. Tidak ada sambutan atau yang lain. Tidak ada anak-anak yang ikut," katanya di Boyolali, Selasa (30/3/2021). 

Dalam acara sadranan itu, warga Genting, Cepogo, Boyolali, berdatangan ke permakaman di Dukuh Kadipiro membawa tenong. Setelah acara diisi tahlilan (berdoa) untuk leluhur.

"Sesudah itu icip-icip makanan yang susah dibawa, lalu pulang. Tidah ada setengah jam," ujarnya.

Baca Juga:Ramadan Saat Pandemi, Dewan Masjid Jateng Bolehkan Umat Gelar Tarawih

Menurut Komedi, saat itu sadranan hanya diikuti warga RW 003. Selain waktu acara yang singkat, sadranan tahun ini juga ada beberapa penyesuaian atau pembatasan. Setiap satu rumah hanya diwakili satu orang.

Tidak boleh mengajak anak-anak serta tidak ada open house. "Saat sadranan, biasanya tidak lepas dari tradisi silaturahmi atau open house, bersalam-salaman dan sebagainya. Namun kali ini open house tidak dibolehkan. Ini tujuannya agar tidak memicu penularan Covid-19, namun leluhur tidak dilupakan," lanjutnya.

Meski saat ini wilayahnya berada di zona hijau, namun persebaran Covid-19 harus tetap diantisipasi. Jika dibuka kegiatan open house saat acara sadranan dikhawatirkan akan banyak warga dari luar daerah yang datang ke Cepogo, Boyolali.

Komedi yang juga Ketua Paguyuban Kepala Desa di Cepogo itu mengatakan arahan untuk tidak menggelar open house pada sadranan tahun ini juga berlaku di semua desa wilayah Cepogo.

Arahan Bupati

"Sudah ada perintah dari kecamatan, kemudian dari paguyuban juga sudah kami sampaikan ke grup [Whatsapp para kepala desa]. Bahwa tahun ini tidak diizinkan open house. Sadranan hanya kegiatan di permakaman," jelasnya.

Camat Cepogo, Boyolali, Tubinu, juga menyampaikan jika sadranan tahun ini dilakukan secara terbatas, yakni hanya kegiatan di permakaman, tanpa ada open house.

"Kalau dulu ada open house, sekarang tidak ada. Sudah ada arahan dari Bupati soal pelaksanaan sadranan. Saya sampaikan untuk sadranan boleh di makam saja tidak ada open house," katanya.

Selain di Genting, pada Selasa pagi juga dilakukan kegiatan sadranan di wilayah Tumang.

"Di Tumang tadi juga hanya kegiatan di makam, lalu pulang," lanjutnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak