SuaraSurakarta.id - Masyarakat Bima, Nusa Tenggara Barat, memiliki tradisi Kango Kadodo dan sampai sekarang masih tetap dilestarikan. Kango dalam bahasa Bima artinya mengaduk, sedangkan kadodo dalam bahasa Indonesia berarti dodol.
Tradisi pembuatan kadodo biasanya dilakukan masyarakat Bima (Mbojo) ketika menjelang panen raya atau pada waktu ada hajatan pernikahan, juga sunatan.
Makanan berbahan dasar dari beras ketan yang dicampur mentega, kemiri yang dihaluskan serta santan kelapa itu, akan disajikan di puncak acara hajatan yang dipotong seperti kue Katirisala khas Bugis-Makassar.
Hal ini dilakukan oleh masyarakat Bima yang bermukim di Paleteang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
Baca Juga:Tradisi Isra Miraj di Indonesia: Bersihkan Makam hingga Makan Bersama
Tokoh adat masyarakat Bima di Palleteang, Aisya (Ina Ti) mengungkapkan, tradisi ini dilakukan masyarakat pendatang sebagai upaya terus melestarikan adat dan budaya asal mereka.
"Acara kango kadodo ini selalu dilakukan tiga atau empat hari sebelum puncak acara sunatan atau hajatan lainnya," katanya dalam laporan kabarmakassar.com, Kamis (11/3/2021).
Ia mengatakan kadodo lebih gurih jika dinikmati saat sudah dalam kondisi kering.
"Kan ini masih dalam proses pembuatan, masih lengket kalau di makan. Nanti kalau 3-4 hari atau agak kering baru enak dikonsumsi," katanya.
Ina Ti menyebut kadodo tersebut merupakan salah satu syarat (Soji) jika ingin dilakukannya sunatan terhadap seorang anak.
Baca Juga:Yoga : Tradisi Kuno yang Layak Kamu Coba
"Tradisi kami, kadodo ini merupakan salah satu syarat akan dilakukannya acara sunatan," kata dia.