SuaraSurakarta.id - Menurut Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga kampanye anti kelapa sawit di Swiss mesti diwaspadai karena dianggap bisa menjadi preseden bagi kampanye serupa di negara lain, khususnya Uni Eropa.
Jerry mengatakan itu untuk menanggapi gerakan Uniterre, LSM di Swiss yang mulai melakukan kampanye resmi untuk referendum anti kelapa sawit.
Swiss menganut demokrasi langsung, dimana pengambilan keputusan di level negara sering dilakukan melalui referendum. Isu kelapa sawit diangkat LSM di Swiss dan berhasil dimasukkan sebagai agenda dalam referendum mendatang.
"Isu anti kelapa sawit mulai mengemuka beberapa tahun ini di Uni Eropa, dipelopori oleh gerakan berbagai lembaga swadaya masyarakat," kata Jerry dalam keterangan pers, Selasa (19/1/2021).
Baca Juga:Kontribusi Sawit Tinggi, Apakah Petani Sawit Sejahtera?
LSM tersebut, kata Jerry, mengangkat isu lingkungan, sosial, dan kesehatan dalam gerakan mereka untuk meyakinkan pengambil kebijakan agar melarang masuknya kelapa sawit asal Indonesia. Akibatnya, menurut Jerry, terjadi diskriminasi kelapa sawit Indonesia di pasar Uni Eropa, salah satunya menyangkut produk turunan, yaitu biodiesel.
Dikatakan Jerry, pemerintah Indonesia sedang menggugat diskriminasi tersebut di World Trade Organization. Saat ini gugatan sudah masuk dalam tahap pembentukan panel.
Jerry yang juga menjadi pimpinan delegasi dalam sidang gugatan diskriminasi kelapa sawit di WTO menilai bahwa berbagai kampanye dan pelarangan yang terjadi merupakan refleksi persaingan dagang dan tidak berpijak pada fakta yang sebenarnya.
“Ini refleksi ketakutan mereka terhadap tingginya daya saing kelapa sawit Indonesia. Jika bersaing secara sehat, kelapa sawit Indonesia jauh lebih murah dan lebih kompetitif daripada minyak nabati mereka yang berbahan rapeseed dan sejenisnya," katanya.
Mengenai berbagai tuduhan yang dialamatkan kepada kelapa sawit Indonesia, Jerry menilai tidak beralasan dan tidak berdasar pada fakta.
Baca Juga:Wamendag Berharap ICDX Mampu Tingkatkan Kapasitasnya
“Kita sudah membuktikannya di sidang WTO. Mereka kesulitan bahkan tidak bisa menjawab ketika kita tanyakan aspek-aspek yang menjadi alasan mereka melarang produk kelapa sawit Indonesia. Ini membuktikan bahwa alasan sebenarnya dari hal ini adalah karena ketakutan untuk bersaing secara terbuka dengan sawit.” katanya.
Jerry menekankan industri kelapa sawit Indonesia terus berproses menuju kondisi yang lebih baik dalam aspek lingkungan, sosiologis dan kesehatan. Indonesia misalnya berkomitmen untuk menjaga lebih dari 50 persen hutannya agar tetap lestari.
Angka ini jauh lebih besar daripada komitmen negara-negara Uni Eropa yang saat ini hanya memiliki hutan sebesar belasan persen dari wilayahnya. Sebagian negara bahkan tutupan hutannya tidak sampai 10 persen.