Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Jum'at, 27 Juni 2025 | 16:45 WIB
Guru Besar Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Pujiyono Suwadi, menegaskan mekanisme denda damai dalam perkara tindak pidana korupsi (tipikor) memiliki dasar hukum yang kuat. [SuaraIndonesia.co.id]

“Perlu keberanian untuk menerapkan ini. Hukum harus adaptif terhadap kondisi anomali yang kita hadapi sekarang,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, rencana Presiden Prabowo membuat penjara khusus koruptor ini disampaikan dalam acara peluncuran tunjangan guru ASN di Kemendikdasmen, Jakarta Pusat, Kamis (13/3/2035). Prabowo menyebut korupsi menyengsarakan masyarakat, termasuk guru, dan mengklaim akan "mengusir" para koruptor.

"Saya akan bikin penjara yang kokoh di tempat terpencil. Mereka enggak bisa keluar malam hari. Kalau mau kabur, ketemu hiu," katanya.

Namun, menurut Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, pernyataan ini lebih bersifat retorika tanpa arah kebijakan yang jelas.

Baca Juga: Guru Besar Teknik Industri UNS: Assistive Technology Layak Mendapat Perhatian Lebih

Ini bukan pertama kalinya Prabowo bicara soal pemberantasan korupsi. Sebelumnya, ia juga pernah mengatakan akan mengejar koruptor sampai ke Antartika.

"Dari pidato ke pidato, tapi tanpa implementasi. Ini cuma jadi omon-omon (omong kosong)," kata Zaenur kepada Suara.com, Jumat (14/3/2025).

Zaenur menegaskan, penjara bukan solusi utama untuk memberantas korupsi. Akar masalahnya adalah faktor ekonomi. Maka, hukuman yang efektif bukan sekadar pemenjaraan, tetapi pemiskinan koruptor melalui pemulihan aset negara.

Zaenur mengaskan penjara khusus koruptor seperti Sukamiskin sudah ada. Tapi, korupsi tetap marak.

"Tapi kan itu juga tidak menyelesaikan masalah," ujarnya.

Baca Juga: Tolak RUU TNI, Mahasiswa UNS Demo di Depan DPRD Solo

Sementara hukuman bagi koruptor masih tergolong ringan. Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) 2023 mencatat, rata-rata vonis pengadilan tindak pidana korupsi hanya 3 tahun 4 bulan penjara.

Sanksi denda juga belum memberi efek jera. Total denda yang dijatuhkan sepanjang 2023 hanya Rp 149 miliar, turun dari Rp 202 miliar pada 2021.

"Indonesia punya keterbatasan instrumen hukum untuk pemulihan aset. Selain itu, dendanya masih relatif rendah," kata Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman.

Load More