SuaraSurakarta.id - Jembatan Bacem bukan sekadar penghubung antara Kabupaten Sukoharjo dan Kota Solo. Ia adalah saksi bisu sejarah kelam Indonesia, khususnya pada masa gejolak politik tahun 1965.
Berdiri di atas Sungai Bengawan Solo, jembatan ini menyimpan kisah berdarah pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh sebagai anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Di balik arus airnya yang tenang, tersimpan teriakan sunyi dan aroma misteri yang tak kunjung hilang.
Jembatan Bacem pertama kali dibangun pada tahun 1908 oleh Sri Susuhunan Paku Buwana (PB) X, raja Keraton Solo.
Pembangunannya menelan biaya sekitar 50.000 gulden, dana yang diperoleh dari pinjaman Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Saat itu, jembatan ini berfungsi vital sebagai penghubung jalur transportasi utama antara Solo dan wilayah selatan seperti Sukoharjo dan Wonogiri.
Struktur awal jembatan terbuat dari material kayu dan besi, mengikuti arsitektur kolonial yang umum digunakan di masa itu.
Namun, seiring usia dan perubahan zaman, jembatan lama itu rusak dan akhirnya hanya menyisakan fondasi. Di sebelahnya, pemerintah membangun jembatan baru yang lebih modern dan kokoh. Namun, warisan sejarah dan cerita-cerita kelam tak pernah benar-benar hilang.
Tragedi 1965: Sungai Jadi Kuburan Massal
Baca Juga: Panen Raya di Sukoharjo, Ahmad Luthfi: Jateng Kantongi 4,09 Juta Ton Padi
Setelah meletusnya tragedi 30 September 1965, Indonesia mengalami pergolakan politik besar-besaran. Pemerintah Orde Baru memulai operasi penumpasan terhadap pihak-pihak yang dianggap terlibat atau berafiliasi dengan PKI.
Di berbagai daerah, termasuk Solo dan Sukoharjo, penangkapan dan eksekusi massal terjadi tanpa proses hukum yang jelas.
Jembatan Bacem menjadi salah satu lokasi pembuangan mayat terbanyak di wilayah Jawa Tengah. Warga setempat masih mengingat cerita bagaimana mayat-mayat ditembak mati terlebih dahulu, lalu dihanyutkan ke Bengawan Solo dari atas jembatan.
Salah satu kisah paling mengerikan datang dari musim kemarau tahun 1966, ketika debit sungai surut drastis dan lebih dari 20 mayat terlihat mengapung di permukaan. Warga yang ketakutan hanya bisa mendorong tubuh-tubuh itu kembali ke tengah arus agar tak tersangkut di bantaran sungai.
Penampakan Sosok Misterius di Tengah Malam
Seiring waktu, jembatan ini mendapat reputasi angker. Banyak pengendara yang menghindari melintasinya saat larut malam. Alasannya? Penampakan.
Salah satu cerita yang sering terdengar adalah penampakan sosok wanita berambut panjang, mengenakan kebaya lusuh, berdiri diam di pinggir jembatan. Ketika didekati, sosok itu menghilang.
Ada juga yang melihat barisan bayangan berjalan pelan-pelan di tepi jembatan—seperti iring-iringan orang menuju kematian.
Seorang pengemudi ojek daring pernah membagikan kisahnya. Ia mendapat pesanan penumpang dari pinggir jembatan pada pukul 1 dini hari. Penumpang itu naik tanpa suara, hanya menunjuk arah.
Tapi ketika motor melaju sampai tengah jembatan, penumpang itu lenyap begitu saja. Tak ada jejak, tak ada suara. Hanya dingin yang menggigit kulit, dan bau anyir yang entah dari mana asalnya.
Suara-suara aneh juga sering dilaporkan oleh warga sekitar. Ada yang mendengar tangisan lirih dari bawah jembatan. Ada pula yang mendengar jeritan—panjang, menyayat, dan putus asa—tapi tak pernah jelas dari mana datangnya.
Beberapa warga menyebut sering mencium bau anyir darah atau bunga melati menyengat tanpa sebab. Bahkan ada cerita tentang sopir truk yang kendaraannya mendadak mogok di tengah jembatan.
Mesin tak mau menyala hingga sopir itu spontan meminta maaf kepada 'yang tak kasatmata'. Setelah itu, mesin kembali hidup seolah tak terjadi apa-apa.
Kini, jembatan asli Bacem tinggal fondasi tua yang ditelan rerumputan. Di sebelahnya berdiri jembatan baru yang lebih kokoh dan modern. Tapi pembangunan fisik tak menghapus memori spiritual. Warga percaya, meskipun bangunannya baru, arwah-arwah lama masih berkeliaran.
Beberapa paranormal yang pernah datang ke lokasi menyebut Jembatan Bacem sebagai 'pintu tak terlihat' yang menghubungkan dunia nyata dan dunia arwah.
Konon, mereka yang mati tak wajar di tempat itu sulit tenang, karena kematian mereka tidak disertai doa dan penguburan yang layak.
Kontributor : Dinar Oktarini
Berita Terkait
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Meneladani Nabi, Ribuan Driver Gojek Doakan Persatuan Indonesia
-
Andika Perkasa dan RX Rudy Masuk Usulan Calon Ketua DPD PDIP Jateng
-
Politisi PAN Klaim Tak Tahu Ada Tunjangan: Itu Porsi dari Pemerintah Pusat
-
Politisi PAN Klaim Tak Tahu Ada Tunjangan: Itu Porsi dari Pemerintah Pusat