SuaraSurakarta.id - Setiap pergantian tahun, suara terompet menjadi penanda khas yang meramaikan suasana malam Tahun Baru di berbagai belahan dunia.
Tradisi ini telah menjadi bagian integral dari perayaan, menambah semarak dan kegembiraan menyambut tahun yang baru.
Namun, tahukah Anda bagaimana asal usul tradisi meniup terompet dalam perayaan Tahun Baru? Mari kita telusuri sejarahnya.
Sejarah Awal: Tradisi Yahudi Kuno
Penggunaan terompet dalam perayaan Tahun Baru diyakini berakar dari tradisi Yahudi kuno.
Dalam kalender Yahudi, Tahun Baru atau Rosh Hashanah dirayakan pada bulan Tisyri.
Pada kesempatan ini, umat Yahudi meniup shofar, yaitu alat musik tiup yang terbuat dari tanduk domba jantan. Shofar ditiup sebagai panggilan untuk refleksi diri, pertobatan, dan peringatan akan kehadiran Tuhan.
Penyebaran ke Eropa dan Amerika
Tradisi meniup terompet kemudian menyebar ke berbagai budaya, terutama di Eropa. Di banyak negara Eropa, meniup terompet menjadi cara untuk mengumumkan awal tahun baru dengan meriah.
Baca Juga: Tradisi dan Modernisasi Bersatu, Cara Keraton Solo Merangkul Era Baru
Imigran Jerman membawa tradisi ini ke Amerika Serikat pada abad ke-18, di mana terompet digunakan untuk menandai pergantian tahun dengan semarak.
Transformasi Menjadi Tradisi Modern
Seiring waktu, tradisi meniup terompet pada malam Tahun Baru mengalami transformasi.
Dari penggunaan shofar dalam konteks religius, kini terompet plastik atau logam digunakan secara luas dalam perayaan sekuler di seluruh dunia.
Meniup terompet menjadi simbol kegembiraan, harapan baru, dan semangat menyambut tahun yang akan datang.
Makna di Balik Tradisi
Meskipun bentuk dan konteksnya telah berubah, esensi dari tradisi meniup terompet tetap sama: sebagai penanda awal yang baru dan panggilan untuk introspeksi.
Suara terompet yang nyaring diharapkan dapat mengusir energi negatif dan mengundang keberuntungan di tahun yang baru.
Dengan memahami asal usul tradisi meniup terompet, kita dapat lebih menghargai makna di balik suara riuh yang mengiringi setiap pergantian tahun.
Tradisi ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga cerminan perjalanan budaya dan spiritual manusia dari masa ke masa.
Kontributor : Dinar Oktarini
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Link Video Syur Andini Permata Bareng Bocil Masih Diburu, Benarkah Adik Kandung?
- Pemain Keturunan Rp260,7 Miliar Bawa Kabar Baik Setelah Mauro Zijlstra Proses Naturalisasi
- 41 Kode Redeem FF Terbaru 10 Juli: Ada Skin MP40, Diamond, dan Bundle Keren
- Eks Petinggi AFF Ramal Timnas Indonesia: Suatu Hari Tidak Ada Pemain Keturunan yang Mau Datang
- 4 Rekomendasi Sepatu Running Adidas Rp500 Ribuan, Favorit Pelari Pemula
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan RAM 8 GB Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Juli 2025
-
Prediksi Oxford United vs Port FC: Adu Performa Ciamik di Final Ideal Piala Presiden 2025
-
Ole Romeny Kena Tekel Paling Horor Sepanjang Kariernya, Pelatih Oxford United: Terlambat...
-
Amran Sebut Produsen Beras Oplosan Buat Daya Beli Masyarakat Lemah
-
Mentan Bongkar Borok Produsen Beras Oplosan! Wilmar, Food Station, Japfa Hingga Alfamidi Terseret?
Terkini
-
Miris! SDN 27 Kauman Kota Solo Hanya Terima 1 Siswa
-
Buruh Eks PT Sritex Resah dan Khawatir Usai Kejagung Sita 72 Mobil Mewah
-
Dikejar Warga Usai Jambret di Depan SMPN 1 Grogol, Dua Residivis Babak-belur Diamankan Polisi
-
Kandungan Utama Evowhey Protein yang Bermanfaat Besar
-
Pupuk Palsu Gegerkan Boyolali: Polda Jateng Bongkar Sindikat Bertahun-tahun