Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Rabu, 25 September 2024 | 09:30 WIB
Keluarga Besar Marhaenisme (KBM) Solo menyambut baik pencabutan itu dengan menggelar Asung Syukur di Pendopo Kampus AUB Solo, Selasa (24/9/2024) malam. [Suara.com/Ronald Seger Prabowo]

SuaraSurakarta.id - MPR resmi menyetujui pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno.

Keluarga Besar Marhaenisme (KBM) Solo menyambut baik pencabutan itu dengan menggelar Asung Syukur di Pendopo Kampus AUB Solo, Selasa (24/9/2024) malam.

"Inilah momen yang sangat luar biasa dan kami nantikan. Kami sebagai kaum marhaenis senang dan gembira," kata Ketua DPK KBM Solo, Purwono.

Menurutnya, ketetapan MPRS No. 33/1967 telah membelenggu dan mencederai kaum marheinisme selama 57 tahun.

Baca Juga: Kisah Cinta Soekarno dengan Perempuan Jepang Bernama Ratna Sari Dewi, Bercerai Usai Lengser dari Presiden RI

Purwono memaparkan, ketetapan itu sama sekali tidak membuktikan keterlibatan Soekarno dengan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) serta pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.

"Kami memberkan apresiasi yang sebesar-sebesarnya kepada MPR RI yang telah mencabut MPRS No. 33/1967. Ketetapan tersebut sama sekali tidak membuktikan keterlibatan Bung Karno terhadap gerakan PKI serta pengkhianatan terhadap bangsa dan negara," beber dia.

Selain itu, Purwono juga menuturkan tuntutan para anggota KBM Solo terkait dinamika politik yang terjadi. KBM Solo meminta agar pemerintah mengembalikan dasar hukum Indonesia ke isi UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen.

"Amandemen 1999 dan 2002 menghasilkan kesenjagan keadilan dan dimensi sosial, ekonomi, politik yang makin liberal, kapitalistik dan tidak sesuai dengan jati diri bangsa," katanya.

Purwono juga mengajak seluruh masyarakat untuk terus menggelorakan semangat gotong royong serta bersikap patriotisme.

Baca Juga: Pertemuan Soekarno dan Marilyn Monroe: Antara Misteri dan Fakta

Sementara itu, Rektor AUB Prof. Siti Fatonah menuturkan adanya pencabutan TAP MPRS No. 33/1967 akan membuat masyarakat Indonesia mempunyai satu persepsi dalam memandang sosok bung karno.

Dia menambahkan pencabutan seharusnya juga membuat bangsa Indonesia bergembira karena memiliki pimpinan yang namanya sekarang menjadi bersih.

"Jadi ini memberikan suatu kepercayaan terhadap negara kita. Itu di sisi akademisi. Makanya seorang proklamator itu sebetulnya punya visi membawa suatu negara. Pandanglah kebaikan seseorang untuk dilanjutkan apa yang diinginkan kebaikan itu," tutur dia.

Salah satu pertimbangan dalam TAP MPRS itu berbunyi Presiden Sukarno disebut melindungi tokoh-tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan demikian, poin itu tak lagi terbukti.

Di dalamnya menyebut bahwa pidato Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara tidak memenuhi harapan rakyat pada umumnya, anggota-anggota MPRS pada khususnya, karena tidak memuat secara jelas pertanggungjawaban tentang kebijaksanaan Presiden mengenai pemberontakan kontra-revolusi, G30S/PKI beserta epilognya, kemunduran ekonomi dan kemerosotan akhlak.

Selain itu, disebutkan pula bahwa berdasarkan laporan tertulis Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 dalam suratnya No R-032/67 tanggal 1 Februari 1967, yang dilengkapi dengan pidato laporannya di hadapan Sidang Istimewa MPRS, ada petunjuk-petunjuk bahwa Presiden Soekarno telah melakukan kebijaksanaan yang secara tidak langsung menguntungkan G30S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G30S/PKI.

Load More