Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Rabu, 17 Januari 2024 | 20:33 WIB
Ilustrasi kasus hukum. [Unsplash/Tingey Injury Law Firm]

SuaraSurakarta.id - Sidang lanjutan kasus wanprestasi yang menjerat PP Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat dan Pendidikan Dasar Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah Jawa Barat memunculkan fakta mengejutkan.

Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Solo, Kuasa Hukum PT Tisera, Zaenal Abidin meungkapkan, fakta baru yang terungkap adalah 13 alat bukti yang dipaparkan dalam sidang dengan agenda pembuktian.

Menurutnya, 13 alat bukti surat tersebut diambil dari salinan dokumen atau fotocopian dokumen legal yang didapatkan dari PT Tisera Distribusindo.

"Selain itu juga hanya ada AD/ART Muhammadiyah yang disampaikan pada persidangan," kata Zaenal Abidin, Rabu (17/1/2024).

Baca Juga: Diadakan Muhammadiyah, Ribuan Masyarakat Hadiri Salat Id di Pamedan Pura Mangkunegran

Zaenal memaparkan, pada saat pemeriksaan, pihaknya dipersilahkan untuk memeriksa dokumen surat dimaksud.

Selain itu, dia mempertanyakan kenapa pihak tergugat mempunyai dokumen-dokumen tersebut.

"Kejadian berawal pada saat perwakilan PT Tisera Distribusindo diundang oleh Dikdasmen Pusat untuk dimediasi dengan Dikdasmen dan PWM Jabar," tegasnya.

Namun, lanjut dia, mediasi tersebut tidak membuahkan hasil, namun salinan dokumen legalnya tidak dikembalikan dan dokumen-dokumen tersebutlah yang selanjutnya dijadikan alat bukti di pengadilan.

"Dokumen-dokumen legal tersebut berbentuk dokumen fotocopi yang difotocopi ulang. Sebagai dokumen pembandingnya adalah dokumen tersebut, yang didapat dari klien kami untuk keperluan arsip," jelasnya.

Baca Juga: Daftar 20 Lokasi Salat Idul Fitri Jumat 21 April 2023 versi Muhammadiyah di Solo

Namun, menurutnya, karena pengadaan gadget tersebut belum dibayar, fotocopian dokumen legal tersebut belum disimpan ke lemari arsip dan masih menumpuk di meja manajer marketing.

Seperti diberitakan sebelumnya, kasus ini bermula saat pelaksanaan program gadget MU "Digital Smart School" sekira dua tahun lalu. Waktu itu, perwakilan sekolah Muhammadiyah se-Jawa Barat mengaku bahwa program tersebut merupakan skala nasional yang digunakan sebagai pilot project moderenisasi proses belajar mengajar dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Program tersebut, lalu direalisasikan Dikdasmen Muhammadiyah Jawa Barat pada awal bulan November 2021. Lalu, dilakukanlah kerjasama kontrak antar kedua belah pihak hingga membahas teknis pelaksanaan pekerjaan.

"Klien kami berasumsi, bahwa Dikdasmen Muhammadiyah Jawa Barat dan PWM Jawa Barat adalah bagian dari oraganisasi keagamaan yakni organisasi agama Islam terbesar nomor 2 (dua) di Indonesia. Maka PT Tisera Distribusindo meyakini bahwa Dikdasmen Muhammadiyah Jawa Barat dan PWM Jawa Barat akan bertanggung jawab dan memberi contoh aklhaqul karimah bagi umatnya. Atas dasar asumsi tersebut PT Tisera Distribusindo tidak ragu untuk menerima pekerjaan tersebut, sampai pada akhirnya PT Tisera Distribusindo sepakat untuk menandatangani perjanjian kerja sama," jelas Zaenal.

Setelah itu, pada bulan desember 2021 dilakukan pengiriman barang pesanan sesuai dengan perjanjian kerja sebanyak 5.000 unit gadget. Pengiriman berjalan lancar dan sudah diterima dengan baik disertai dengan berita acara serah terima barang.

"Namun permasalahan timbul pada saat PT Tisera Distribusindo mengajukan invoice/tagihan pembayaran kepada pimpinan Dikdasmen Muhammadiyah Jawa Barat dan PWM Jawa Barat. Tagihan PT Tisera Distribusindo senilai Rp 10,5 miliar tidak kunjung dibayar," tandas Zaenal.

Menurutnya, berbagai upaya dilakukan oleh PT Tisera Distribusindo mulai dari pertemuan dari perwakilan Pimpinan Muhammadiyah Pusat, Pimpinan Dikdasmen Pusat, sampai ke PWM Jawa Barat dan Pimpinan Dikdasmen Jawa Barat bahkan sampai somasi.

"Namun tagihan itu tidak kunjung dibayar. Setelah upaya upaya musyawarah mencapai mufakat yang tawarkan oleh PT Tisera Distribusindo selama hampir tahun tidak mendapatkan keadilan. Maka pada bulan oktober 2023, klien kami mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Surakarta untuk mendapatkan keadilan, dengan melibatkan negara sebagai upaya Ultimatum Remedium," katanya.

Load More