Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Rabu, 01 Maret 2023 | 08:16 WIB
Diskusi panel bertajuk "Perspektif Hukum Pidana Mati Pasal 100 Ayat 1 UU No.1 tehun 2023 tentang KUHP Baru dan Terhadap Putusan Inkrah Pidana Mati yang Telah Divonis Berdasat KUHP Lama UU No.1 Tahun 1946," yang digelar di Sahid Jaya Hotel baru-baru ini. [Timlo.net/khalik ali]

SuaraSurakarta.id - Vonis hukuman mati terus menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Salah satunya hukuman mati terhadap terpidana Ferdy Sambo.

Banyak dari masyarakat yang merasa yakin jika hukuman itu akan dilaksakan. Namun, tak sedikit dari masyarakat yang merasa pesimis jika hukuman terhadap mantan Kadiv Propam Polri itu akan batal dilaksanakan.

Berawal dari polemik tersebut DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jateng menggelar diskusi panel bertajuk "Perspektif Hukum Pidana Mati Pasal 100 Ayat 1 UU No.1 tahun 2023 tentang KUHP Baru dan Terhadap Putusan Inkrah Pidana Mati yang Telah Divonis Berdasar KUHP Lama UU No.1 Tahun 1946,".

Dalam kegiatan itu menghadirkan beberapa pemateri diantaranya, RR Rahayu SH. MH (Jaksa Kejari Solo), DR M Rustamaji SH, MH (Akademisi Dekan Fakultas Hukum UNS Solo), DR Andri Irawan SH, MH (Dekan Fakultas Hukum UNSA), Erman Umar SH (Presiden DPP KAI) serta Heytman Jansen PS, SH, MM, CCD (Sekjen DPP KAI).

Baca Juga: Rincian Lengkap Vonis Anak Buah Ferdy Sambo dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

Dalam pemaparannya, Jaksa Rahayu memaparkan terkait proses hukuman terhadap terpidana mati. Menurut Jaksa yang kerap menangani kasus pidana di Kota Solo ini, pada dasarnya tak mudah untuk mengakhiri hidup seseorang.

"Panjang prosesnya, mulai dari penuntutan dari Kejaksaan. Ini saja sudah ada pertarungan batin di pribadi jaksa tersebut. Terlepas dari vonis yang dijatuhkan oleh hakim ya. Namun, setelah vonis dijatuhkan nantinya juga masih ada proses hukum yang akan ditempuh oleh terpidana," ungkap Jaksa yang pernah menangani kasus penyelundupan heroin dengan tersangka Mary Jane Veloso itu dilansir dari Timlo.net--jaringan Suara.com, Rabu (1/3/2023).

Menurut Rahayu, pemerintah harus menganggarkan sedikitnya Rp200 juta untuk melaksanakan pidana mati. Terakhir, pidana mati dilaksanakan pada tahun 2015 dengan terpidana mati gembong narkoba, Freddy Budiman.

"Itu terakhir kali Pemerintah menggelar pidana mati. Untuk prosesnya biasanya berkoordinasi dengan pihak Brimob sebagai eksekutornya," jelas Jaksa senior di jajaran Kejari Kota Solo itu.

Disinggung mengenai nasib penyelundup Mary Jane Veloso yang saat ini juga divonis pidana mati, Rahayu mengaku, nasibnya saat ini juga tidak jelas. Padahal, warga negara Filipina itu sudah mendekam di penjara selama 10 tahun lebih.

Baca Juga: Nasib Para Anak Buah Sambo yang Divonis Lebih Tinggi dari Richard Si Eksekutor

Tak hanya itu, terpidana mati Fery Idham Heniansyah alias Rian "Jombang" terpidana mati kasus pembunuhan berantai juga tak tentu nasibnya. Disisi lain, upaya hukum terhadap dua terpidana mati itu juga telah sampai puncaknya.

Load More