SuaraSurakarta.id - Ada sebuah bangunan kuno di sekitar Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kelurahan Baluwarti, Pasarkliwon.
Bangunan itu adalah sebuah pintu berukuran kecil. Masyarakat yang ingin melintas pun harus menunduk, karena jika tidak maka akan kejedot. Tinggi pintu tersebut sekitar 160 centimeter (cm) dan lebar sekitar 80 cm.
Meski kecil, pintu tersebut sering sering dipakai buat akses masyarakat atau sebagai jalan pintas.
Pintu tersebut bernama pintu butulan atau lawang butulan. Ada dua buah lawang butulan, di sebelah barat dan selatan.
Lawang butulan menjadi saksi saat terjadi banjir di Kota Solo pada tahun 1966 lalu. Pada banjir yang melanda tersebut sejumlah wilayah di Kota Solo tergenang dan melumpuhkan perkonomian waktu itu.
Salah satu wilayah yang tergenang banjir adalah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Ketinggian pun sekitar 3 meter dan bekas banjir masih terlihat.
"Pintu butulan itu pintu yang dibuat ketika banjir tahun 1966. Ketinggian di keraton waktu sekitar 3 meter, sampai saat ini ada garis di tembok keraton yang merupakan bekas banjir," ujar pemerhati sejarah dan budaya, KRMT Nuky Mahendranata Nagoro, Senin (29/8/2022).
Menurutnya, waktu itu ketika wilayah Baluwarti dilanda banjir besar, airnya tidak bisa keluar. Karena pintunya itu hanya ada empat, di barat, selatan, timur, dan utara.
Kemudian di sekitar pintu butulan waktu itu yang dulunya sungai Kali Larangan lalu dibuka. Ini agar air yang merendam keraton itu bisa keluar.
"Dulu itu daerah yang dibuat pintu itu dipakai buat mengungsi masyarakat, karena tempatnya itu tinggi. Jadi pintu itu dibuat selain agar air bisa keluar, dipakai untuk jalur pengungsian juga," terang Sentana Darah Dalem PB X ini.
Dijelaskan, jika pintu dibuat oleh keraton atas persetujuan Sinuhun PB XII. Karena banjir tahun 1966 di Solo cukup parah, di keraton yang temboknya besar dan tinggi seperti kolam.
Airnya besar waktu itu dan tidak bisa keluar meski ada pintu di segala arah. Menurut cerita itu air datang tiba-tiba, tidak ada hujan.
"Bisa dibayangkan dulu air setinggi itu bisa bertahan lama. Air datang itu malam sampai siangnya, tidak ada hujan dan tahu-tahu air datang," sambungnya.
Kenapa menjebol yang disebelah barat, karena yang sebelah selatan itu ambruk tembok bentengnya. Supaya tidak berbahaya meruntuhkan sisi tembok yang lain dan untuk jalut pengungsian, akhirnya jebol yang barat.
"Jadi bisa dikatakan pintu itu saksi bisu terjadinya banjir besar di Solo tahun 1966," ungkap dia.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
-
Seruan 'Cancel' Elon Musk Bikin Netflix Kehilangan Rp250 Triliun dalam Sehari!
-
Proyek Ponpes Al Khoziny dari Tahun 2015-2024 Terekam, Tiang Penyangga Terlalu Kecil?
Terkini
-
Roy Suryo Akui Bakal Road Show Buku 'Jokowi's White Paper' di 100 Kota di Indonesia
-
Sambangi Solo, Roy Suryo dan Dokter Tifa Kompak: Ijazah Jokowi 99,9 Persen Palsu!
-
Iriana Jokowi Ulang Tahun, Anies Baswedan hingga Erick Thohir Kirim Karangan Bunga
-
Wali Kota Solo Silaturahmi ke Habib Alwi Masjid Riyadh, Perkuat Sinergi Umaro dan Ulama
-
Momen Hari Batik di Solo: Bentangan Kain Batik Terbesar Berukuran 20 x 7 Meter