SuaraSurakarta.id - Satu dari delapan orang yang terinfeksi virus corona mengalami setidaknya satu gejala long COVID-19, berdasarkan studi dikutip dari ANTARA pada Minggu (7/8/2022).
Dengan lebih dari setengah miliar kasus virus corona tercatat di seluruh dunia sejak awal pandemi, kekhawatiran meningkat mengenai gejala jangka panjang yang terlihat pada orang dengan long COVID.
Namun hampir tidak ada penelitian yang membandingkan penderita long COVID dengan orang yang belum pernah terinfeksi, sehingga ada kemungkinan sebagian gangguan kesehatan itu tidak disebabkan oleh virus.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet meminta lebih dari 76.400 orang dewasa di Belanda untuk mengisi kuesioner daring tentang 23 gejala umum long COVID.
Baca Juga: Update COVID-19 Jakarta 5 Agustus: Positif 2.569, Sembuh 3.034, Meninggal 4
Antara Maret 2020 dan Agustus 2021, setiap peserta mengisi kuesioner sebanyak 24 kali.
Selama periode itu, lebih dari 4.200 di antaranya - 5,5 persen - dilaporkan terinfeksi COVID.
Dari mereka yang terinfeksi, lebih dari 21 persen setidaknya mengalami satu gejala baru atau gejala makin parah pada tiga hingga lima bulan setelah terinfeksi.
Kendati demikian, hampir sembilan persen responden yang tidak terinfeksi COVID melaporkan peningkatan yang serupa.
Ini menunjukkan bahwa 12,7 persen dari mereka yang memiliki COVID - sekitar satu dari delapan - mengalami gejala jangka panjang, kata penelitian tersebut.
Baca Juga: Kelurahan di Bandung Ditargetkan Suntik Vaksin Booster pada 54 Sasaran Per Hari
Penelitian ini juga mencatat gejala sebelum dan sesudah infeksi COVID, memungkinkan para peneliti untuk menentukan dengan tepat apa yang berhubungan dengan virus tersebut.
Gejala umum long COVID meliputi nyeri dada, sulit bernapas, nyeri otot, kehilangan indra perasa dan penciuman, serta rasa lelah.
Salah satu anggota penelitian, Aranka Ballering dari Dutch University of Groningen, mengatakan long COVID adalah "masalah mendesak dengan jumlah korban yang meningkat".
"Dengan melihat gejala pada kelompok kontrol yang tidak terinfeksi dan pada individu sebelum dan sesudah infeksi SARS-CoV-2, kami dapat menjelaskan gejala yang mungkin merupakan akibat dari aspek kesehatan penyakit tidak menular dari pandemi, seperti stres yang disebabkan oleh pembatasan dan ketidakpastian," katanya.
Penelitian dibatasi dengan tidak dimasukkannya varian baru seperti Delta atau Omicron, dan peneliti tidak mengumpulkan informasi tentang sejumlah gejala seperti kabut otak, yang juga dianggap sebagai gejala umum long COVID.
Seorang peneliti lain, Judith Rosmalen, mengatakan "penelitian mendatang harus meliputi gejala kesehatan mental" seperti depresi dan kecemasan, juga aspek lain seperti kabut otak, insomnia dan rasa tak enak badan setelah aktivitas ringan.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- 5 Mobil Eropa Bekas yang Murah dan Tahun Muda, Mulai dari Rp60 Jutaan
- 5 Rekomendasi Mobil SUV Bekas Bermesin Gahar tapi Murah: Harga Rp60 Jutaan Beda Tipis dengan XMAX
- Pemain Keturunan Medan Rp 3,4 Miliar Mirip Elkan Baggott Tiba H-4 Timnas Indonesia vs Jepang
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Anti Hujan Terbaik 2025: Irit, Stylist, Gemas!
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan dengan NFC Terbaru Juni 2025
-
Timnas Indonesia Cuma Jadi Samsak Uji Coba, Niat Jepang Hanya Ekspermien Taktik dan Pemain
-
Daftar 10 Merek Mobil Buatan Pabrik Indonesia Terlaris di Luar Negeri, Toyota Masih Juara?
-
Partainya Lebih Dipilih Jokowi, DPW PSI Jateng: Kader Berbunga-bunga
-
3 Rekomendasi HP Murah Memori 512 GB dengan Performa Handal, Terbaik Juni 2025
Terkini
-
Partainya Lebih Dipilih Jokowi, DPW PSI Jateng: Kader Berbunga-bunga
-
Heboh Bercak Merah di Wajah, Jokowi Blak-blakan Ungkap Kondisinya: Hanya....
-
Puspo Wardoyo: Idul Adha Tak Sekadar Berkurban, Tapi Juga Panggung Spiritual
-
Tolak Pinangan Ketua Umum PPP, Jokowi: Saya di PSI Saja
-
Forum Purnawirawan TNI Usul Pemakzulan Gibran, Ini Respon Jokowi