Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Jum'at, 29 Juli 2022 | 14:18 WIB
Kerbau keturunan Kyai Slamet yang diikat dan ditarik dari Alun- alun Selatan hingga ke Kawasan Magangan, komplek Keraton Kasunanan Surakarta. [Suara.com/Budi Kusumo]

SuaraSurakarta.id - Menyikapi salah satu pusaka kerbau keturunan Kyai Slamet yang diikat dan ditarik dari Alun- alun Selatan hingga ke Kawasan Magangan, komplek Keraton Kasunanan Surakarta beberapa waktu lalu membuat pegiat budaya Solo, Raden Surojo angkat bicara. 

Dikatakan Surojo, hal yang dilakukan semacam itu kepada kerbau keturunan Kyai Slamet merupakan sebuah ironi.

"Karena sudah berbeda cara pandangnya terhadap objeknya. Kalau dulu kan melihat anak turunnya Kyai Slamet adalah sebuah pusaka, yang cara bagaimama merawat dan memeliharanya itu berbeda dengan binatang kerbau pada umumnya," kata Surojo kepada Suarasurakarta.id, Jumat (29/7/2022).

"Kalau sekarang kan hanya seolah olah sebagai hewan peliharaan biasa. Nah ini yang menjadi tanda tanya saya, apakah ini yang berubah tanda alamnya atau yang berubah pada karakter manusianya ini yang menjadi pertanyaan kita semua," paparnya.

Baca Juga: Kirab Malam Satu Suro Kembali Digelar Setelah Dua Tahun Absen, 5 Kerbau Bule Disiapkan

Lebih lanjut, Surojo mengungkapkan jika perlakuan itu sangat sangat disayangkan. Jika budaya yang menjadi nilai nilai luhur  hilang dari bangsa Indonesia, maka pribadian sebagai orang Jawa seiring berjalannya waktu juga akan hilang.

"Tidak mempunyai kepribadian sebagai manusia Jawa atau manusia timur. Jadi cara pandanganya ya hanya cara pandang matrealistis bukan lagi cara pandang sprirutual rohani," jelasnya.

Menurut pengamatannya, jika kerbau keturunan Kyai Slamet ini memiliki insting lebih tajam daripada kerbau biasa.

"Maka melihat fakta yang dilapangan kami menjadi sangat prihatin bahwa ini mulai ada sikap berbeda terhadap cara pandang anak keturunan Kyai Slamet sebagai sebuah pusaka keraton," tutur Surojo.

Selain itu, Surojo menjelaskan semestinya pusaka keraton ini bagaimana cara memperlakukan dengan adab adab yang telah diwariskan oleh pendahulu. Bagaimana cara berkomunikasi dan bagaiman cara memelihara hingga kesehatannya.

Baca Juga: Jelang 1 Suro, Sejumlah Kerbau Bule Keraton Surakarta Dipindahkan dari Kandangnya

"Ini harus ada adab adab yang harus ditaati dan harus dilakukan terutama oleh Srati (pawang-red). Karena didalam pengelolaan atau memelihara kerbau keturunan Kyai Slamet ini ada yang dinamakan Srati," paparnya.

Srati ini, kata Surojo hanya tidak sekadar jabatan. Namun, Srati ini adalah mereka yang harus mempunyai komunikasi dengan spriritual dengan salah satu pusaka Keraton Surakarta ini.

"Jadi sebagai Srati harus bagaimana menyikapi yang sesuai dengan adab yang sudah diwariskan dari leluhurnya. Dan rupa rupanya adab adab ini sudah mulai ditinggalkan," jelas dia.

"Ya mungkin, ini karena ketidaktauan atau karena ini situasi kondisi keraton yang memaksa demikian. Tapi paling tidak ini suatu bentuk keprihatinan kita bersama baik masyarakat, pemerhati budaya terhadap masalah tindakan itu, bahwa sudah ada penurunan cara pandang pusaka keraton yang seharusnya diuri uri kebudayaannya harus dipelihara keberadaannya. Dan bukan diperlakikan seperti itu," ujar Surojo.

Kontributor : Budi Kusumo

Load More