Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 16 Juni 2022 | 08:21 WIB
Ilustrasi politik. Pengamat sebut isu politik identitas sudah tidak relevan untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden atau Pilpres 2024. (pixabay)

"Mereka telah memahami bahwa metode menyerang rumah ibadah atau melakukan pengeboman bukan lagi metode yang efektif. Justru masyarakat akan jengkel dan sulit bagi mereka mencapai tujuannya," jelasnya.

Ridlwan mengingatkan masyarakat, khususnya aktor politik nasional, untuk tidak mudah terpancing dengan narasi negatif yang dibuat oknum berkepentingan, termasuk narasi khilafah yang dewasa ini ramai diperbincangkan, serta harus bijaksana membalas isu dan narasi yang dikeluarkan oleh kelompok radikal.

"Jadi tidak perlu lah kita menciptakan musuh sendiri. Kecuali ketika mereka melakukan manuver, baru lah direspons. Kalau tidak bermanuver kan semakin baik, apalagi kelompok radikal ini mau berdemokrasi dan berkompetisi itu kan semakin baik bagi Indonesia," tutur Ridlwan.

Ridlwan juga berharap para aktor politik dan para pendukungnya mampu mengubah cara kompetisinya dengan mengesampingkan politik identitas negatif dan mulai mengedepankan kualitas program, prestasi dan visi-misinya untuk kemajuan Indonesia.

Baca Juga: Jelang 2024, Gerindra Ancang-ancang Deklarasikan Prabowo sebagai Capres dalam Waktu Dekat

"Kalau mau makin baik, maka bicara tentang program, tentang prestasi, jangan melulu tentang isu agama. Kalau tetap seperti itu maka 2024 akan terjadi politik identitas lagi. Ayo kita kembali bermain fair saja, tinggalkan narasi politik identitas negatif kepada program dan prestasi," kata Ridlwan.

Load More