SuaraSurakarta.id - Rusia berencana mengganti mata uang yang digunakan dalam penjualan gas ke negara-negara "tak bersahabat" dengan rubel, kata Presiden Vladimir Putin, Rabu (24/3/2022).
Pernyataan itu dikeluarkan Putin untuk merespons pembekuan aset Rusia oleh negara-negara lain sebagai sanksi atas agresi militernya di Ukraina.
Putin menyebut pembekuan itu telah menghancurkan kepercayaan Moskow.
Ketergantungan negara-negara Eropa pada gas dan komoditi lainnya dari Rusia telah menjadi sorotan sejak Moskow mengerahkan puluhan ribu tentara ke Ukraina pada 24 Februari.
Baca Juga: Ini Cara Vladimir Putin Lawan Negara-negara yang Menjatuhkan Sanksi Ekonomi ke Rusia
"Rusia akan terus, tentu saja, memasok gas alam sesuai volume dan harga yang ditetapkan dalam kontrak yang disepakati sebelumnya," kata Putin dalam rapat kabinet yang disiarkan televisi.
"Perubahan hanya akan mempengaruhi mata uang pembayaran, yang akan diganti dengan rubel Rusia," katanya.
Putin mengatakan pemerintah dan bank sentral punya waktu sepekan untuk mencari solusi bagaimana mengalihkan pembayaran ke mata uang Rusia.
Gazprom, raksasa gas Rusia, juga akan diminta untuk membuat perubahan terkait dalam kontrak-kontrak gas yang dimilikinya.
Menurut Gazprom, 58 persen penjualan gas alam ke Eropa dan negara-negara lain hingga 27 Januari dilakukan dalam mata uang euro. Dolar AS menyumbang sekitar 39 persen penjualan kotor dan paun sekitar 3 persen.
Baca Juga: Presiden Ukraina: Ingin Bahas Perdamaian dengan Rusia Tapi Masih Kompromi Militer NATO
Sekitar 40 persen dari total konsumsi gas Eropa dipasok oleh Rusia.
"Prosedur pembayaran yang dapat dipahami dan transparan harus dibuat untuk (semua pembeli asing), termasuk menggunakan rubel Rusia di pasar mata uang domestik kita," kata Putin.
Rusia telah membuat daftar negara "tak bersahabat", merujuk pada mereka yang menjatuhkan sanksi. Transaksi dengan perusahaan dan individu dari negara-negara itu harus mendapat persetujuan dari sebuah komisi pemerintah.
Negara-negara dalam daftar itu di antaranya adalah Amerika Serikat, negara-negara anggota Uni Eropa, Inggris, Jepang, Kanada, Norwegia, Singapura, Korea Selatan, Swiss dan Ukraina.
[ANTARA]
Berita Terkait
-
Peringatan Keras dari Dubes Ukrana Valeriy Zaluzhny: Perang Dunia Ketiga Telah Dimulai!
-
Luncurkan Rudal Baru, Rusia Picu Kekhawatiran AS akan Eskalasi Perang di Ukraina
-
Putin Ancam Balas Dendam atas Keterlibatan AS dan Inggris dalam Perang Melawan Ukraina
-
Kim Jong Un Dapat Hadiah Hewan dari Putin, Rusia-Korut Pererat Kerja Sama
-
Biden Setujui Pengiriman Ranjau Mematikan ke Ukraina
Tag
Terpopuler
- Dicoret Shin Tae-yong 2 Kali dari Timnas Indonesia, Eliano Reijnders: Sebenarnya Saya...
- Momen Suporter Arab Saudi Heran Lihat Fans Timnas Indonesia Salat di SUGBK
- Elkan Baggott: Hanya Ada Satu Keputusan yang Akan Terjadi
- Elkan Baggott: Pesan Saya Bersabarlah Kalau Timnas Indonesia Mau....
- Kekayaan AM Hendropriyono Mertua Andika Perkasa, Hartanya Diwariskan ke Menantu
Pilihan
-
Kenapa KoinWorks Bisa Berikan Pinjaman Kepada Satu Orang dengan 279 KTP Palsu?
-
Tol Akses IKN Difungsionalkan Mei 2025, Belum Dikenakan Tarif
-
PHK Meledak, Klaim BPJS Ketenagakerjaan Tembus Rp 289 Miliar
-
Investigasi Kekerasan di Paser: Polisi dan Tokoh Adat Serukan Kedamaian
-
Nyawa Masyarakat Adat Paser Melayang, Massa Demo Minta Pj Gubernur dan Kapolda Kaltim Dicopot
Terkini
-
Cerita Bahlil Lahadalia Kesengsem dengan Kuliner Soto Fatimah: Rasa Khasnya Paten
-
Kampanye di Sragen, Bahlil Lahadalia Sebut Ahmad Luthfi Punya Jaringan Pusat
-
Tok! Terdakwa Pembunuhan Bos Kerajinan Tembaga Boyolali Divonis Seumur Hidup
-
Blusukan Bareng Respati-Astrid di Proyek Rel Layang Joglo, Jokowi Titip Pesan Ini
-
Jokowi Tanggapi Putusan Bawaslu Soal Prabowo Dukung Ahmad Luthfi-Taj Yasin