SuaraSurakarta.id - Putri sulung Nurul Arifin, Maura Magnalia Madyaratri meninggal dunia Selasa (24/1/2022) dini hari.
Maura menghembuskan nafas terakhir karena serangan jantung sekitar pukul 02.00 WIB, tetapi baru diketahui sudah tiada jelang subuh. Maura meninggal dunia pada di usia 28 tahun.
Berkaitan dengan penanganan serangan jantung atau henti jantung, dokter spesialis jantung Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Habibie Arifianto menyebut orang awam bisa membantu menangani kasus tersebut.
"Apabila menyaksikan korban mengalami henti jantung mendadak, kita bisa meminta bantuan tim medis atau dibawakan alat automatic electrical defibrillator (AED)," katanya dikutip ANTARA, Jumat (28/1/2022).
Ia mengatakan alat AED sudah banyak tersedia di tempat umum, seperti bandara dan pusat perbelanjaan. Meski demikian, dikatakannya, orang tersebut bisa melakukan upaya lain sebagai bantuan pertama.
"Sambil menunggu bantuan datang, bisa memberikan bantuan hidup dasar dengan pijat jantung luar atau resusitasi jantung," paparnya.
Menurut dia, cara tersebut memungkinkan korban dapat mengembalikan sirkulasi darah hingga sadar kembali.
Namun, jika tidak ada yang membantu untuk melakukan pijat jantung luar tentu gangguan irama akan berlanjut hingga pasien ditemukan meninggal dunia.
Ia mengatakan langkah tersebut sangat penting bagi masyarakat untuk memahami cara-cara memberikan bantuan hidup dasar.
Baca Juga: Maura Magnalia Stres Sebelum Meninggal, Nurul Arifin Menyesal Kelewat Cinta Pekerjaan
"Di sisi lain, diperlukan juga peran dari pemangku kepentingan untuk menyediakan AED sehingga dapat membantu korban yang mengalami henti jantung mendadak," paparnya.
Untuk langkah pencegahan yang dapat dilakukan, dikatakannya, bagi yang memiliki riwayat keluarga yang meninggal mendadak di usia muda atau riwayat sering pingsan, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter jantung.
"Tujuannya untuk dicari kemungkinan adanya gangguan irama atau struktur jantung yang dapat menyebabkan henti jantung di masa mendatang," ujar dia.
Sementara itu, dikatakannya, kasus henti jantung yang terbanyak adalah gangguan aktivitas listrik jantung. Menurut dia, kondisi tersebut bisa mengakibatkan gangguan irama fatal yang membuat seseorang pingsan hingga berujung kepada kematian.
"Kalau terminologi henti jantung jelas fatal, karena saat terjadi henti jantung otomatis fungsi jantung sebagai pompa darah keseluruhan tubuh akan terhenti," tegasnya.
Ia mengatakan saat pasokan oksigen terhenti maka nutrisi ke otak, organ tubuh lain, hingga ke otot jantung juga akan berhenti sehingga bisa berakibat fatal.
"Biasanya henti jantung disebut juga cardiac arrest atau sudden cardiac death. Saat terjadi gangguan irama jantung yang fatal, hanya membutuhkan beberapa detik hingga pasien akan bergejala, biasanya pingsan, kejang dan pasien akan kolaps," pungkas dia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kata-kata Elkan Baggott Curhat ke Jordi Amat: Saat Ini Kan Saya...
- Kata-kata Ivar Jenner Usai Tak Dipanggil Patrick Kluivert ke Timnas Indonesia
- Usai Kena OTT KPK, Beredar Foto Immanuel Ebenezer Terbaring Dengan Alat Bantu Medis
- 3 Pemain Keturunan yang Menunggu Diperkenalkan PSSI usai Mauro Zijlstra
- Tangis Pecah di TV! Lisa Mariana Mohon Ampun ke Istri RK: Bu Cinta, Maaf, Lisa Juga Seorang Istri...
Pilihan
-
5 Fakta Kekalahan Memalukan Manchester City dari Spurs: Rekor 850 Gol Tottenham
-
Rapper Melly Mike Tiba di Riau, Siap Guncang Penutupan Pacu Jalur 2025
-
Hasil Super League: 10 Pemain Persija Jakarta Tahan Malut United 1-1 di JIS
-
7 Rekomendasi HP 2 Jutaan dengan Spesifikasi Premium Pilihan Terbaik Agustus 2025
-
Puluhan Siswa SD di Riau Keracunan MBG: Makanan Basi, Murid Muntah-muntah
Terkini
-
Warga Solo yang Ditangkap Usai Disebut Buron Selama 14 Tahun Akhirnya Dibebaskan, Ini Alasannya
-
Immanuel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Ini Komentar Jokowi
-
Ungkap Kasus Tindak Pidana Kesehatan dan Psikotropika, Polres Sukoharjo Tangkap Pria Wonogiri
-
Heboh Warga Solo Dituduh Buron 14 Tahun, Kuasa Hukum Tak Habis Pikir: Padahal di Penjara
-
Jadi Plt Ketua DPD PDIP Jateng, FX Rudy: Tenang, Saya Tak Lakukan 'Pembantaian'