SuaraSurakarta.id - Televisi (TV) memang sudah bukan barang langka lagi. Setiap keluarga pasti memiliki perangkat elektronik yang sering disebut layar kaca tersebut.
Selain menjadi sarana hiburan, TV menjadi media penyalur informasi. Namun, siapa sangka, salah satu kampung terpencil di Kabupaten Sragen ini justru mengharamkan warganya memiliki TV.
Menyadur dari Solopos.com, kampung tersebut bernama Singomodo yang berlokasi di Desa Kandangsapi, Kecamatan Jenar, Sragen. Kampung ini berlokasi di perbatasan wilayah Sragen dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Ngawi.
“Memang benar, di Dukuh Singomodo itu tidak ada warga yang memiliki TV dan radio tape. Itu terkait sejarah dari dukuh itu,” ujar Kepala Desa Kandangsapi, Pandu, Jumat (8/10/2021).
Baca Juga: Bikin Merinding! Halaman Rumah Warga di Sragen Ini Kuburan Massal 11 Terduga Anggota PKI
Pandu menjelaskan di Kampung Singomodo, terdapat sebuah makam ulama yang dipercaya sebagai seorang wali. Ulama itu bernama Syekh Nasher atau Eyang Singomodo. “Nama panggilannya itu Mbah Gedong,” papar Pandu.
Usut punya usut, warga Kampung Singomodo yang mengharamkan TV dan radio tape itu ternyata percaya akan sebuah mitos yang sulit dicerna dengan akal sehat.
Kemuculan mitos itu bermula dari kisah Syekh Nasher dalam menyebarkan agama Islam di wilayah setempat pada masa lalu.
Eyang Singomodo dikenal sebagai salah satu tokoh wali keturunan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pada masa kepemimpinan PB II.
Eyang Singomodo memilih keluar dari Keraton untuk menyebarkan ajaran Islam. Bersama pengikutnya, Eyang Singomodo kemudian mendirikan sebuah padepokan di kawasan yang saat ini dikenal dengan nama Dukuh Singomodo.
Baca Juga: Wanita Taruh TV Baru di Pinggir Jalan Biar Ditanya Tetangga, Endingnya Tak Terduga
Untuk menandai batas wilayah Kampung Singomodo, Syekh Nasher membuat pematang di sekeliling kampung. Hingga kini, pematang yang mengitari kampung itu juga masih ada.
Suatu hari, Syekh Nasher mengajak pengikutnya membangun rumah sebagai tempat tinggal. Namun ada salah satu pengikut bandel. Alih-alih ikut membantu membuat tempat tinggal, pengikut itu malah kepincut nonton ledek.
Karena dianggap balela dan melanggar norma kesopanan, salah satu pengikut dan seorang ledek itu akhirnya dipanggil Syekh Nasher. Keduanya langsung ditawari menikah dan diminta tinggal ke barat jalan atau memisahkan diri, sedangkan Syekh Nasher dan pengikut setianya tinggal di timur jalan.
Syekh Nasher kemudian mengeluarkan maklumat melarang pengikut yang tinggal di wilayah timur jalan mendengarkan atau membunyikan gamelan yang biasa dipakai untuk mengiringi sinden. Mereka juga dilarang menggelar hajatan atau hiburan yang mengundang sinden jika tidak ingin mendapat musibah.
Dari sinilah mitos itu terlahir. Hingga kini, warga setempat tidak ada yang berani menonton sinden apalagi memutar musik gamelan.
Bahkan, demi memegang teguh kepercayaan itu, warga mengharamkan TV dan radio tape. Sebab, dikhawatirkan TV dan radio tape itu akan menyajikan siaran terkait pertunjukan sinden.
Padahal, bagi warga di utara Sungai Bengawan Solo, khususnya di wilayah Jenar dan Tangen, ada anggapan yang menyebut bila belum meriah suatu hajatan yang digelar warga bila tidak mengundang sinden tarub.
Konon, ada salah seorang warga yang pernah nekat mengundang sinden. Warga tersebut berusaha mengingkari mitos yang sudah berkembang secara turun temurun. Pada awalnya, semua masih berjalan lancar. Sinden itu datang untuk memeriahkan acara hajatan warga itu. Namun, kejadian nahas terjadi hanya beberapa saat setelah sinden itu meninggalkan kampung.
Saat mengantar kepergian sang sinden, warga tersebut tiba-tiba kejatuhan buah kelapa tepat di kepalanya. Hingga akhirnya warga tersebut meninggal dunia. Kejadian itu makin menguatkan adanya mitos yang berkembang secara turun temurun itu. Hingga kini, Singomodo pun mendapat julukan kampung antisinden.
“Kalau ada hajatan di Kampung Singomodo, [suara musik] yang boleh diputar hanya syair-syair Islam. Selain itu tidak boleh. Apalagi itu [mengundang sinden] dan minuman keras seperti bir,” ujar Kepala Desa Kandangsapi, Pandu.
Berita Terkait
-
Samsung Pede Tarif Impor Donald Trump Tak Pengaruhi Produknya
-
Infinix 50X5 Meluncur ke Indonesia: Smart TV Murah Layar 50 Inci Harga Rp 4 Jutaan
-
Mengenal Apa Itu Mini LED dan Bedanya dengan Teknologi TV LED Biasa
-
Jabatan Mentereng Lina Priscilla, Mengintip Pendidikan Adik Ipar Hary Tanoesoedibjo
-
Guru Gus Miftah Bukan Sosok Sembarangan, Hingga Dapat Julukan Wali
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
AS Soroti Mangga Dua Jadi Lokasi Sarang Barang Bajakan, Mendag: Nanti Kita Cek!
-
Kronologi Anggota Ormas Intimidasi dan Lakukan Pemerasan Pabrik di Langkat
-
Jantung Logistik RI Kacau Balau Gara-gara Pelindo
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Laga Sulit di Goodison Park: Ini Link Live Streaming Everton vs Manchester City
Terkini
-
Soal Ijazah Jokowi, Tim Hukum Merah Putih: Tuduhan Roy Suryo Penuhi Unsur Pidana
-
Melodi Tradisi, Rasa Kekinian: Gojek Hadir di Tengah Semarak Adeging Mangkunegaran
-
Gunungan Makin Tinggi, PLTSa Putri Cempo Hanya Mampu Mengolah 120 Ton Sampah
-
Maling Burung di Solo Kena Batunya: Kepergok di Banyuagung, Berakhir Diciduk Tim Sparta
-
Satresnarkoba Polresta Solo Sikat Kurir Sabu di Mojosongo, Barang Bukti Siap Edar Disita