SuaraSurakarta.id - Sebuah rumah lawas berarsitektur Jawa berdiri di Dsun Dukuh RT 07, Desa Tenggak, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen.
Sekilas, rumah yang terbuat dari tembok maupun papan berwarna krem kekuning-kuningan itu seperti rumah pada umumnya.
Namun di halaman rumah milik Darmin (60), terdapat gundukan dengan lebar 1,5x1,5 meter.
Usut punya usut, gundukan tanah yang pinggirnya sudah disemen itu merupakan kuburan massal tempat makam para terduga anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
“Jadi dulu di sini itu tanah lapang dekat makam. Lalu dibuatkan satu lubang untuk mengubur mereka setelah dieksekusi. Saya juga tidak tahu persis ceritanya bagaimana. Saya hanya mendapat sedikit cerita dari orang tua dulu,” ujar salah satu sesepuh warga setempat, Sugi Atmojo (78) diwartakan Solopos.com--jaringan Suara.com.
Awalnya, kuburan itu hanya sebatas gundukan tanah. Pihak ahli waris membangun fondasi beton berbentuk persegi panjang pada 3 Juli 1993. Di bagian permukaan beton itu terdapat tulisan Bong-Tomo-DKK-11.
Bong atau Bung Tomo merupakan sebutan dari salah satu tokoh penting yang turut dieksekusi. DKK merupakan kependekan dari dan kawan-kawan. Sementara angka 11 merujuk pada jumlah warga terduga anggota PKI yang dieksekusi mati di lokasi tersebut.
Di lokasi inilah, 11 warga yang diperkirakan sebagai anggota PKI dieksekusi mati dengan cara diberondong tembakan. Eksekusi mati terduga PKI itu dilaksanakan pada malam hari.
Saat eksekusi berlangsung, semua warga diminta tidak keluar rumah. Setelah dieksekusi mati, mereka lalu dikubur di satu lubang.
Baca Juga: Peristiwa G30SPKI: Latar Belakang hingga Korban
Sugi menjelaskan dari 11 warga yang dieksekusi mati itu, terdapat satu orang yang kebal peluru. Dia adalah seorang kepala desa yang menjabat di Kecamatan Sambirejo.
Konon, beberapa orang yang dieksekusi itu merupakan perangkat desa yang menjadi pengikut setia sang kades.
“Sudah ditembaki, tapi tidak bisa mati. Akhirnya dia didorong ke lubang dan dikubur hidup-hidup bersama 10 warga lain,” papar Sugi Atmojo.
Sementara sang pemilik rumah, Darmin menceritakan, saat kejadian dirinya masih berusia sekitar empat tahun. Rumah itu dibangun ayah Darmin, beberapa tahun setelah terjadi eksekusi mati terduga PKI tersebut.
Meski kuburan massal itu berada tepat di depan rumahnya, Darmin mengaku nyaman tinggal di rumah warisan orang tuanya itu.
Ia juga tidak pernah mendapat pengalaman mistis terkait keberadaan kuburan massal di emperan rumahnya itu. Bagi Darmin, kuburan massal itu hanya bangunan biasa yang tidak perlu ditakuti. Ia menghias emperan rumahnya dengan aneka tanaman sehingga terkesan asri.
Berita Terkait
Terpopuler
- Erick Thohir Umumkan Calon Pelatih Baru Timnas Indonesia
- 4 Daftar Mobil Kecil Toyota Bekas Dikenal Ekonomis dan Bandel buat Harian
- Bobibos Bikin Geger, Kapan Dijual dan Berapa Harga per Liter? Ini Jawabannya
- 6 Rekomendasi Cushion Lokal yang Awet untuk Pekerja Kantoran, Makeup Anti Luntur!
- 5 Lipstik Transferproof untuk Kondangan, Tidak Luntur Dipakai Makan dan Minum
Pilihan
-
Dugaan Korupsi Miliaran Rupiah, Kejati DIY Geledah Kantor BUKP Tegalrejo Jogja
-
Fakta-fakta Gangguan MRT Kamis Pagi dan Update Penanganan Terkini
-
5 Mobil Bekas Pintu Geser Ramah Keluarga: Aman, Nyaman untuk Anak dan Lansia
-
5 Mobil Bekas di Bawah 100 Juta Muat hingga 9 Penumpang, Aman Bawa Barang
-
Pakai Bahasa Pesantren! BP BUMN Sindir Perusahaan Pelat Merah Rugi Terus: La Yamutu Wala Yahya
Terkini
-
Era Baru Keraton Solo: PB XIV Purboyo Reshuffle Kabinet, Siapa Saja Tokoh Pentingnya?
-
Link Saldo DANA Kaget Spesial Warga Solo! Klaim Rp149 Ribu dari 4 Link Kejutan Tengah Minggu!
-
5 Kuliner Lezat Keraton Solo yang Hampir Punah, Di Balik Hangatnya Aroma Dapur Para Raja
-
7 Fakta Watu Gilang yang Menjadi Penentu Legitimasi Raja Keraton Surakarta
-
7 Makna Gelar Panembahan dalam Sejarah Keraton Kasunanan Surakarta