SuaraSurakarta.id - Masa kelam Partai Komunis Indonesia (PKI) juga terjadi di Kota Solo. Bahkan terdapat pembantaian masal para pengikut partai tersebut.
Tidak bisa dipungkiri, daerah di Jawa Tengah merupakan daerah yang diyakini menjadi basis PKI terbanyak saat itu. Termasuk di Kota Solo, sang pemimpin PKI DN Aidit pernah melarikan diri ke Kota Bengawan sebelum akhirnya tertangkap dan dieksekusi mati.
Menyadur dari Solopos.com, di bawah ini terdapat daftar lokasi pembantaian Partai Komunis Indonesia atau PKI di Kota Solo pada 1965 silam.
Seperti diketahui, kekejaman anggota Partai Komunis Indonesia yang dikenal sebagai peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) itu menjadi kisah tragis catatan sejarah Indonesia.
Peristiwa mengerikan ini terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, dari Jakarta, Solo, hingga Yogyakarta.
G30S/PKI yang dipimpin oleh DN Aidit itu membuat pejabat tinggi Indonesia menjadi korban. Beberapa di antaranya, Letjen Ahmad Yani, Mayjen Siswondo Parman, Mayjen Raden Soeprapto, dan masih banyak lagi.
Di Solo sendiri, terdapat beberapa lokasi pembantaian PKI pada 1965. Kira-kira di mana saja lokasinya? Berikut ini empat titik pembantaian PKI di Solo:
1. Gladak
Lokasi pertama pembantaian PKI di Solo terletak di sekitar Gladak. Di sini, empat aktivis muda ditembak oleh anggota PKI.
Baca Juga: Gibran: Kami Akan Lakukan Vaksinasi Covid-19 Door to Door
Peristiwa itu bermula ketika aktivis muda yang melakukan aksi di Jl Slamet Riyadi dibawa oknum yang diketahui identitasnya menuju Balai Kota.
Akan tetapi, saat tiba di Gladak, mereka ditembaki oleh anggota PKI sehingga membuat empat orang aktivis muda meninggal dunia dan 14 luka-luka.
2. Markas PKI Honggowongso
Lokasi kedua pembantaian PKI di Solo terdapat di Markas PKI Honggowongso, selatan Pasar Kembang.
Salah seorang saksi mata, Gogor, menceritakan masa kecilnya kerap melihat kekejaman anggota PKI di lokasi tersebut. Kala itu, dia bersama kakeknya bertempat tinggal di depan markas PKI.
Gogor tak bisa melupakan berbagai kejadian memilukan yang terjadi di sekitar tahun 1965. Meski saat itu usianya baru delapan tahun, pengurus National Paralympic Committee (NPC) Indonesia pernah merasakan perlakuan tidak menyenangkan.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kata-kata Miliano Jonathans Tolak Timnas Indonesia
- Miliano Jonathans: Hati Saya Hancur
- Dari Premier League Bersama Crystal Palace Kini Main Tarkam: Nasib Pilu Jairo Riedewald
- Insiden Bendera Terbalik saat Upacara HUT RI ke-80, Paskibraka Menangis Histeris
- Dicari para Karyawan! Inilah Daftar Mobil Matic Bekas di Bawah 60 Juta yang Anti Rewel Buat Harian
Pilihan
-
Danantara Tunjuk Bupati Gagal jadi Komisaris Utama Perusahaan BUMN
-
Emas Antam Naik Tipis, Hari Ini Dibanderol Rp 1.897.000 per Gram
-
Viral! Ekspresi Patrick Kluivert Saat Kibarkan Bendera Merah Putih di HUT RI-80, STY Bisa Kaya Gitu?
-
Tampak Dicampakkan Prabowo! "IKN Lanjut Apa Engga?" Tanya Basuki Hadimuljono
-
Tahun Depan Prabowo Mesti Bayar Bunga Utang Jatuh Tempo Rp600 Triliun
Terkini
-
Syahdunya HUT ke-80 RI di Kaki Gunung Merbabu: Drama Kolosal, Cosplay Pahlawan hingga Tari Saman
-
Asyik Mancing di Embung Musuk Boyolali, Bocah 12 Tahun Malah Tewas Tenggelam
-
Pilihan Baru Hyundai Stargazer: Varian Cartenz & Cartenz X Meluncur di Solo Raya
-
34 Suporter Ditangkap di Laga Persis Solo vs Persija, Ini Penyebabnya
-
Pesangon Eks Karyawan PT Sritex Belum Cair, Ada yang Tembus Rp 100 juta