Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Minggu, 26 September 2021 | 12:33 WIB
Ilustrasi teh. Kota Solo terkenal dengan teh oplosan yang wajib dicicipi, lalu bagaimana sejarahnya. (freepik.com/8photo)

SuaraSurakarta.id - Budaya minum teh tidak hanya dimiliki oleh masyarakat tionghoa. Namun minum teh juga menjadi budaya jawa, khususnya di Kota Solo

Rasa minuman teh di Kota Solo juga memiliki khas sendiri. Racikan teh di warung-warung di Kota Solo terasa berbeda dengan di kota lain.

Kegemaran masyarakat di Solo menyeruput teh membuat minuman ini masuk dalam daftar yang wajib dicicipi.

Mungkin tidak akan berlebihan jika rasa teh di Kota Solo merupakan yang ternikmat jika dibandingkan dengan beberapa wilayah lain di Pulau Jawa. 

Baca Juga: Jangan Asal Minum Teh Hijau, Ini Jumlah dan Waktu yang Tepat Meminumnya!

Menyadur dari Solopos.com, kebiasaan minum teh yang digemari orang Indonesia sebenarnya bukan tradisi asli, namun dipengaruhi budaya Belanda yang menjajah Nusantara ratusan tahun lalu. Walaupun sebenarnya acara minum teh tidak lazim dilakoni orang Belanda yang lebih dulu mengenal kopi.

Sejarah Budaya Ngeteh

Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma, Heru Priyatmoko, dalam artikel yang diterbitkan di Beritgar.id dan diunggah di laman Usd.ac.id, menyebutkan dalam tradisi kerajaan Jawa, teh selalu disajikan di setiap acara jamuan makan keluarga bangsawan baik makan pagi, makan siang, dan makan malam. Kadipaten Mangkunegaran merupakan salah satu kerajaan yang memiliki tradisi minum teh untuk menjamu tamu kehormatan.

Seiring dengan perkembangan zaman, budaya ngeteh yang semula hidup di bilik rumah aristokrat, akhirnya tersebar dan berkembang di lingkungan masyarakat luas, sehingga kini dinikmati hampir semua orang dalam berbagai golongan maupun kelas sosial.

Budaya minum teh sejak zaman kerajaan itu sampai saat ini terus dilestarikan dan menjadi kearifan lokal kultur masyarakat di Kota Solo, Jawa Tengah. Teh menjadi komoditas yang dijual di angkringan pinggir jalan hingga restoran mewah kelas satu. Bahkan, hampir semua rumah warga di Kota Solo memiliki teh untuk diseduh setiap saat.

Baca Juga: Diledek Kaesang Pangarep Bergaji Kecil, Gibran: Jadi Wali Kota Jangan Cari Duit!

Berbicara soal rasa teh di Kota Solo, sudah pasti tiada lawan. Bagaimana tidak, wong Solo memiliki kebiasaan mengoplos atau meracik teh dari berbagai merek untuk mendapat seduhan yang nikmat tiada tara.

Teh Oplosan Khas Solo

Pendiri Komunitas Pecinta Teh, Ratna Soemantri menyampaikan, kebudayaan ini sudah lama ada di Solo. Bahkan sekarang nge-blend, istilah oplos teh di Solo ini seperti menjadi tantangan masyarakat Solo untuk mendapatkan aroma dan rasa khas teh.

“Kebudayaan ngoplos teh di Solo memang dominan menggunakan teh melati tapi mereka biasanya menggunakan beberapa merek. Uniknya, semua orang memiliki selera berbeda sehingga tidak jarang warna dan rasa juga terus mereka kembangkan hingga menemukan rasa yang pas,” jelas Ratna, Minggu (26/9/2021).

Umumnya, racikan teh oplosan ini menggunakan tiga merek yang berbeda. Namun, tidak menutup kemungkinan ada orang yang mengoplos dengan lebih banyak jenis.

Paket teh oplosan khas Solo. (Tokopedia)

Bahkan setiap warung khususnya angkringan atau hik memiliki racikan mereka sendiri. Begitu pula dengan konsumsi teh untuk skala rumah tangga yang juga diracik sesuai selera si penghuni.

Mengoplos teh merupakan salah satu kegiatan yang menyenangkan. Namun jika Anda takut racikan teh itu tidak menghasilkan rasa yang sempurna, cobalah meminta saran kepada para pedagang seperti di Pasar Gede.

Saat berjalan-jalan di Pasar Gede Solo beberapa waktu lalu, saya melihat beberapa pedagang menjual teh berbagai merek, bahkan yang telah diracik dengan resep mereka sendiri. Paket ini dikemas dalam satu plastik berisi tiga hingga lima bungkus teh dari merek berbeda.

Racikan tersebut terdiri dari teh melati yang dikombinasikan dengan jenis teh hitam ataupun merah yang akan menghasilkan perpaduan rasa wangi, kental, dan sepat.

Teh Solo vs Teh Jogja

Istilah teh ginastel maupun wasgitel tentu sudah akrab di telinga masyarakat Kota Solo. Ginastel merupakan akronim dari legi, panas, kenthel, yang merujuk pada rasa teh manis, panas, dan kental. Sementara wasgitel merupakan akronim dari wangi, sepat, legi, kenthel, untuk menyebut rasa teh yang wangi melati, sepat, manis, dan kental. Cita rasa inilah yang menjadi ciri khas teh di Kota Solo dan berani diadu.

Seorang teman saya yang berasal dari Kalimantan Barat mengaku langsung jatuh cinta dengan cita rasa teh di Solo yang wasgitel. Setelah 10 tahun merantau ke Jogja dan kemudian hijrah ke Solo, dia mengaku belum pernah menemukan rasa teh yang sedahsyat teh di Solo.

Pria yang cukup cerewet soal rasa itu menyebut teh di Kota Solo memiliki ciri khas yang berbeda. Apalagi bagi dia yang lebih dekat dengan kebiasaan minum kopi di tempat asalnya. Begitu pula saat dia hidup di Jogja dan tidak menemukan keistimewaan dari secangkir teh yang biasa diminum saat makan di warung.

“Teh di Solo membuat saya jatuh cinta, karena cita rasanya luar biasa. Berbeda dengan teh di Jogja yang lebih encer dan biasa saja. Apalagi di Pontianak, kebanyakan warung menjual seduhan teh celup yang rasanya tidak bisa menandingi teh oplosan di Solo,” katanya.

Es Teh Viral

Cita rasa yang sempurna dan kecintaan masyarakat dengan teh tak ayal membuat tea house dari model emperan sampai kekinian menjamur di Kota Solo. Bahkan jika Anda masih ingat es teh di warung kecil dekat Puskesmas Purwodiningratan beberapa waktu lalu sempat viral hingga diserbu puluhan orang.

Es teh racikan Bu Warsinem itu membuat banyak orang ketagihan sampai rela mengantre demi segelas es teh ginastel seharga Rp2.500. Dalam sehari ia bisa menjual hingga 500 porsi es eh manis.

Pelanggan es teh manis ini cukup bervarian, mulai dari pekerja proyek, orang kantoran bahkan ibu-ibu. Saking larisnya, Warsinem mengatakan banyak pembeli yang tak sabar menunggu teh yang dibuat Warsinem dengan merebus air dan teh sampai mendidih.

Load More