Tak hanya itu, Radjiman terus menambah ilmu dengan belajar ilmu kebidanan dan penyakit kandungan di Berlin, Jerman, lalu kembali ke Belanda untuk belajar ilmu ronsen atau radiologi.
Mengabdi pada Rakyat
Dengan kepakaran ilmu kedokteran yang dikuasainya, di atas kertas Radjiman sebenarnya bisa “hidup enak” dengan menjadi pengajar kedokteran, membuka praktik dan bertugas di rumah sakit pemerintah di kota besar, atau menjadi peneliti.
Apalagi Radjiman kemudian mendapat gelar “Kanjeng Raden Tumenggung (KRT)” dan nama penyerta gelar “Wedyodiningrat” dari Kasunanan Surakarta. Nama ini sepertinya berasal dari kata dalam bahasa Sansekerta “widya” yang artinya “ilmu” atau “berilmu tinggi.”
Namun Radjiman tak lupa dengan tanah tempat asalnya. Dia ikut mendirikan dan membangun Budi Utomo, organisasi perintis kesadaran nasionalisme.
Dia bahkan memimpin Budi Utomo pada 1914-1915 dan terus terlibat dalam organisasi itu hingga kemudian berubah menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra) pada 1930-an.
Dalam status sebagai wakil Budi Utomo, Radjiman kemudian menjadi anggota Volksraad atau Dewan Rakyat, sejenis “parlemen kompromi” bentukan pemerintah Belanda pada 1918.
Radjiman juga sangat aktif di bidang kebudayaan khususnya budaya Jawa. Aneka organisasi kebudayaan Jawa menjadi tempatnya aktif berkecimpung.
Bahkan Radjiman menjadi salah satu penyambut dan pemandu saat pujangga besar India, Rabindranath Tagore, berkunjung ke Solo dan menjadi tamu pemimpin Praja Mangkunegaran, Mangkunegoro VII.
Baca Juga: Rayakan HUT Kemerdekaan RI ke-76, Ada Pagelaran Wayang Virtual di Tokyo!
Radjiman juga tak berhenti mengamalkan ilmu-ilmu kedokterannya. Ketika wabah pes merajalela di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, pada 1934, Radjiman bahkan memutuskan untuk tinggal sepenuhnya di wilayah itu untuk mencurahkan perhatian dalam penanganan wabah.
Tak hanya itu, dia juga menggerakkan dan membina para dukun bayi di wilayah tersebut untuk meningkatkan kesehatan ibu hamil dan mencegah kematian ibu dan bayi. Di sela-sela segala aktivitasnya, Radjiman juga mengkoordinasikan upaya pendidikan bagi anak-anak di perdesaan.
Mengantar Kemerdekaan
Ketika pemerintahan Hindia Belanda runtuh dengan masuknya Jepang, ketokohannya membuat Radjiman terpilih menjadi anggota Shu Sangi kai (Dewan Pertimbangan Daerah) Madiun. Setelah itu Radjiman diangkat pula menjadi anggota Chuo Sangi-In (Dewan Pertimbangan Pusat).
Mei 1945 ketika Jepang membentuk Dokuritsu Junbi Tyoosa-kai, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK), Radjiman yang sudah berusia lanjut, 66 tahun, mendapat amanah sebagai ketuanya.
Sejarawan Taufik Abdullah dalam sumbangan tulisannya dalam buku 1.000 Tahun Nusantara menyebut sebagai Ketua BPUPK, Radjiman memimpin sidang-sidang dengan tegas, khususnya ketika sidang membahas hal-hal krusial seperti bentuk negara dan pemerintahan.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
Pilihan
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
-
Penipuan Pencairan Dana Hibah SAL, BSI: Itu Hoaks
-
9 Mobil Bekas Paling Lega dan Nyaman untuk Mengantar dan Jemput Anak Sekolah
-
Belum Sebulan Diluncurkan, Penjualan Toyota Veloz Hybrid Tembus 700 Unit
Terkini
-
6 Mesin Cuci LG Terbaik di Promo 12.12 2025
-
5 Fakta Dibalik Latihan Tari Bedhaya Ketawang di Keraton Surakarta Saat Masa Berkabung
-
7 Fakta Pelantikan 50 Abdi Dalem Keraton Solo, Diisi Pejabat hingga Tokoh Nasional
-
Keraton Solo Terbelah, Peringatan 40 Hari Wafatnya PB XIII Digelar Dua Kubu di Hari Berbeda
-
Kejari Solo Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah KONI, Periksa 30 Saksi dan Sita Rp320 Juta