SuaraSurakarta.id - Geger Putri Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Sinuhun Pakubuwono (PB) ke XIII Hangabehi, GKR Timoer Rumbai terkurung di kompleks Keraton Surakarta menambah catatan konflik antar keluarga keraton. Pakar menilai fenomena tersebut menunjukkan para keturunan raja tak memberi contoh yang baik kepada rakyatnya.
Hal itu disampaikan Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma (USD), Heri Priyatmoko. Ia menilai kisruh Keraton Solo (Keraton Kasunanan Surakarta] menunjukkan bahwa para ndoro atau anak keterunan raja, tidak memberi teladan (contoh baik) kepada masyarakat.
Ia memandang perlu ada peran Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, untuk meredam kegaduhan di Keraton Solo.
“Gegeran kali ini bukan hanya memperlihatkan ketidakakuran mereka, tapi juga kondisi fisik Keraton Solo yang rusak parah. Itu cukup mengagetkan publik. Presiden saya kira harus secepatnya bertindak (mengatasi kondisi fisik Keraton Solo),” kata dia, seperti dikutip dari solopos.com media jejaring suara.com, Sabtu (13/2/2021).
Baca Juga: Profil GKR Timoer Rumbai, Puteri Keraton Solo yang Dikabarkan Terkurung
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah lima orang terkunci di lingkungan Keraton Solo sejak Kamis (11/2/2021). Adalah GKR Wandansari atau Gusti Moeng, GKR Timoer Rumbai, dua penari bernama Warna dan Ika, serta seorang pembantu.
Kisah 'putri terkunci' ini adalah bagian dari perseteruan anak keturunan Pakubuwono (PB) XII yang belum juga berakhir. Dilansir dari solopos.com, konflik penguasa Keraton Solo sudah berlangsung hampir 17 tahun.
Konflik berawal dari perebutan tahta setelah PB XII mangkat pada 12 Juni 2004. Kala itu Sang Raja yang tak memiliki permaisuri dan tidak menunjuk putra mahkota. Akibatnya anak keterunan PB XII saling klaim sebagai pewaris tahta. Dua kubu saling mendeklarasikan diri sebagai raja Keraton Solo.
Mereka adalah Hangabehi yang kala itu didukung kerabat Keraton lainnya dan Tedjowulan. Hangabehi yang merupakan putra tertua dari selir ketiga PB XII mendeklarasikan diri sebagai PB XIII pada 31 Agutsus 2004.
Sedangkan Tedjowulan, yang juga putra PB XII namun dari selir yang berbeda, mendeklarasikan diri sebagai PB XIII pada 9 November 2004. Saat itu Tedjowulan masih aktif sebagai anggota TNI berpangkat Letkol (Inf). Sejak itulah, Keraton Solo mulai memiliki dua raja alias raja kembar.
Baca Juga: Beda Versi Cerita Putri Raja PB XIII Terkurung di Keraton Solo
Kisruh Kreaton Solo terus berlanjut meski kedua kubu sepakat berdamai. Pada 2012 Wali Kota Solo saat itu, Joko Widodo (Jokowi), dan anggota DPR Mooryati Sudibyo, mendamaikan dua kubu anak raja di Jakarta.
Hasilnya, Hangabehi dan Tedjowulan sepakat berdamai dan menandatangani akta rekonsiliasi. Hangabehi yang merupakan putra tertua PB XII tetap menjadi raja, sedangkan Tedjowulan menjadi mahapatih dengan gelar KGPH (Kanjeng Gusti Pangeran Haryo) Panembahan Agung.
Meski sudah ada rekonsiliasi, kisruh Keraton Solo belum berakhir. Sejumlah keturunan PB XII menolak rekonsiliasi dan mendirikan Lembaga Dewan Adat Keraton. Lembaga itu memberhentikan sang raja.
Lembaga Dewan Adat Keraton Solo berpandangan selama memerintah, Hangabehi beberapa kali melakukan pelanggaran. Salah satu pelanggaran yang sempat jadi perhatian adalah raja tersebut tersangkut tindak pelecehan seksual.
Dewan Adat melarang raja dan pendukungnya memasuki keraton. Sejumlah pintu masuk raja menuju gedung utama Keraton Solo dikunci dan ditutup dengan pagar pembatas. Akibatnya, PB XIII Hangabehi yang sudah bersatu dengan Tedjowulan tak bisa bertahta di Sasana Sewaka Keraton Solo.
Lembaga Dewan Adat sendiri didukung oleh GKR Wandansari, GKRAy Koes Moertiyah, GKR Retno Dumilah, GKR Indriyah serta putri PB XIII, GKR Timur Rumbai Kusumadewayanti dan lainnya.
Pemerintah sebenarnya tak tinggal diam. Presiden Jokowi pernah mengutus anggota Watimpres, Jenderal Purn Subagyo HS, melakukan upaya rekonsiliasi pada 2017. Namun, upaya ini gagal. PB XII-Tedjowulan tetap berseteru dengan Lembaga Dewan Adat Keraton Solo.
Hampir empat tahun kemudian, atau pada Februari 2021, kisruh Keraton Solo kembali mencuri perhatian setelah lima orang, di antaranya anak keturunan PB XII, terkurung di Istana.
Lima orang tersebut harus bertahan hidup tanpa listrik dan hanya makan seadanya. Kerabat Keraton Solo yang hendak mengirim makanan pun tak bisa lantaran terkunci di luar pagar.
Berita Terkait
-
Wisata Jokowi, Rasa Cinta di Antara Suara Kritis Kita
-
Ada 'Wisata Jokowi' di Solo yang Sempat Bikin Wamendagri Penasaran, Apa Itu?
-
Libur Lebaran di Solo: Rekomendasi Kolam Renang Keluarga yang Asyik
-
8 Rekomendasi Tempat Wisata di Solo, Kunjungi Bersama Keluarga saat Pulang Kampung
-
Anime Solo Leveling: Teori di Balik Sung Jin-Woo Mampu Mengerti Bahasa Monster
Terpopuler
- Dedi Mulyadi Syok, Bapak 11 Anak dengan Hidup Pas-pasan Tolak KB: Kan Nggak Mesti Begitu
- JakOne Mobile Bank DKI Diserang Hacker? Ini Kata Stafsus Gubernur Jakarta
- Review Pabrik Gula: Upgrade KKN di Desa Penari yang Melebihi Ekspektasi
- Pamer Hampers Lebaran dari Letkol Teddy, Irfan Hakim Banjir Kritikan: Tolong Jaga Hati Rakyat
- Harga Tiket Pesawat Medan-Batam Nyaris Rp18 Juta Sekali Penerbangan
Pilihan
-
BREAKING NEWS! Daftar Susunan Pemain Timnas Indonesia U-17 vs Yaman
-
Baru Gabung Timnas Indonesia, Emil Audero Bongkar Rencana Masa Depan
-
Sosok Murdaya Poo, Salah Satu Orang Terkaya di Indonesia Meninggal Dunia Hari Ini
-
Prabowo Percaya Diri Lawan Tarif Trump: Tidak Perlu Ada Rasa Kuatir!
-
Magisnya Syawalan Mangkunegaran: Tradisi yang Mengumpulkan Hati Keluarga dan Masyarakat
Terkini
-
Buntut Ajudan Tempeleng Wartawan, Muncul Gerakan Boikot Acara Kapolri di Solo
-
Langkah Terbuka Gusti Bhre: Syawalan Mangkunegaran untuk Pertama Kalinya Libatkan Masyarakat
-
Magisnya Syawalan Mangkunegaran: Tradisi yang Mengumpulkan Hati Keluarga dan Masyarakat
-
Momen KGPAA Mangkunegara X Temui Warga di Tradisi Syawalan Pura Mangkunegaran
-
Panen Raya di Sukoharjo, Ahmad Luthfi: Jateng Kantongi 4,09 Juta Ton Padi