Scroll untuk membaca artikel
Siswanto | ABC
Jum'at, 08 Januari 2021 | 07:54 WIB
Mengenang tragedi bom Bali I di Monumen Bom Bali, Legian, Kuta, Bali, Senin (12/10).

SuaraSurakarta.id - Beberapa anggota keluarga di Australia dari korban yang tewas dalam peristiwa bom Bali tahun 2002 menyampaikan kekhawatiran mengenai pembebasan Abu Bakar Baasyir dari penjara Jumat (8/1/2021).

Baasyir dianggap sebagai pemimpin spiritual Jemaah Islamiyah, kelompok yang melakukan serangan di Kuta Bali dan menewaskan 202 orang, 83 di antaranya warga Australia.

Namun Baasyir dipenjara karena tuduhan yang terpisah yang tidak ada hubungannya dengan bom Bali.

Putra dari Sandra Thompson, Clint Thompson yang berusia 29 tahun adalah salah satu dari 88 warga Australia yang tewas dalam ledakan bom tersebut.

Baca Juga: Baasyir Sudah Bebas, Tak Ada Sambutan Khusus di Ngruki

Sandra Thompson mengatakan bahwa Baasyir adalah salah orang yang harus bertanggung jawab atas ledakan di kawasan Kuta yang terjadi 18 tahun lalu.

"Dia tidak membunuh satu orang, dia membunuh 202."

Clint Thompson ketika itu sedang berada di Bali untuk merayakan masa berakhirnya kompetisi rugby bersama timnya Coogee Dolphins.

Mereka berada di Sari Club ketika terjadi ledakan yang menewaskan enam anggota tim rugby tersebut.

Dalam waktu yang bersamaan juga terjadi ledakan bom di Paddy's bar dan di luar konsulat Amerika Serikat di Denpasar.

Baca Juga: Analis: Pembebasan Baasyir Politik Kemanusiaan Jokowi

Serangan itu juga membuat 209 orang lainnya mengalami cedera dan merupakan peristiwa di mana warga Australia menjadi korban terbanyak dalam sebuah serangan teror.

Tahun 2008 Abu Bakar Baasyir dipenjara dengan tuduhan berkomplot melakukan serangan di Bali, namun hukuman tersebut dibatalkan di tingkat banding.

Kemudian di tahun 2011, Baasyir dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena hubungannya dengan kamp pelatihan kelompok militan di Aceh, dan setelah mendapatkan beberapa kali pengurangan hukuman, sekarang masa penahanannya sudah berakhir.

'Dia akan kembali menyebarkan kebencian'

Sandra Thompson mengatakan meski peristiwa ledakan bom Bali itu sudah terjadi 18 tahun yang lalu, Baasyir masih tetap berbahaya.

"Dia akan kembali mengajarkan apa yang diajarkannya sebelumnya," kata Sandra.

"Dia tidak pernah mengatakan menyesal, dia tidak pernah meminta maaf. Dia masih berpikir dia melakukan hal yang benar.

Load More