Kisah Tumenggung Endranata, Penghianat Mataram yang Diinjak-Injak Sampai Kiamat di Kompleks Makam Raja Yogyakarta

Indonesia mencatat sejarah sosok pengkhianat yang dimutilasi hingga jenazahnya akan diinjak-injak sampai kiamat tiba di Yogyakarta. Dia adalah Tumenggung Endranata

Budi Arista Romadhoni
Senin, 20 November 2023 | 08:19 WIB
Kisah Tumenggung Endranata, Penghianat Mataram yang Diinjak-Injak Sampai Kiamat di Kompleks Makam Raja Yogyakarta
Kompleks makam para raja Imogiri dibagi atas dua kerajaan, Yogyakarta dan Surakarta yang diturunkan dari trah Sultan Agung, Raja Mataram [Suara.com/ukirsari].

SuaraSurakarta.id - Indonesia mencatat sejarah sosok pengkhianat yang dimutilasi hingga jenazahnya akan diinjak-injak sampai kiamat tiba di Yogyakarta. Dia adalah Tumenggung Endranata.

Raja Mataram, Sultan Agung, tak kenal ampun pada pengkhianat. Hal itulah yang dilakukan Sultan Agung kepada Tumenggung Endranata karena dosa besarnya mengkhianati Mataram, sehingga Mataram gagal menghadapi serangan ke Batavia.

Karena pengkhianatan tersebut, jenazah Tumenggung Endranata dikuburkan secara terpisah di tangga menuju makam Sultan Agung agar selalu diinjak para peziarah. Hal itu dipercaya sebagai simbol untuk merendahkan pengkhianat.

Sejarah Pengkhianatan Tumenggung Endranata

Baca Juga:Dekorasi Ngunduh Mantu Kaesang Pangarep dan Erina Gudono di Loji Gandrung, Mengambil Tema 'Mataram Islam'

Sultan Agung merupakan raja yang gigih untuk mempertahankan kedaulatan Mataram yang memiliki banyak wilayah kekuasaan. Bukan hanya di Pulau Jawa, Mataram juga memiliki wilayah kekuasaan lain, di Kalimantan, Sumatera, dan beberapa daerah di dekat Papua.

Karena itu, kedatangan Belanda dengan kongsi dagang VOC dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan tersebut. Sehingga, Sultan Agung menyusun berbagai rencana untuk menyingkirkan Belanda yang ingin menguasai Nusantara.

Pada tahun 1628, Sultan Agung mengirimkan pasukan ke Batavia untuk menggempur benteng pertahanan Belanda. Rombongan kapal pertama pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso sampai di Batavia pada tanggal 26 Agustus 1628.

Namun, Mataram baru memulai penyerangan ke Benteng Belanda pada tanggal 21 September 1628. Meski serangan telah beberapa kali dilancarkan, akan tetapi pasukan Mataram masih kesulitan melawan Belanda.Karena berbagai kekurangan bekal peperangan, pasukan Mataram memilih mundur dan meninggalkan Batavia.

Meski begitu, Sultan Agung tak menyerah. Ia kembali menyusun kekuatan untuk melakukan penyerangan berikutnya. Karena kekurangan logistik menjadi masalah pasukan pertama, maka Sultan Agung membangun lumbung-lumbung pangan di sepanjang pantai utara, khususnya di Tegal.

Baca Juga:Spanduk 'Mataram Is Love' Terpasang di Manahan, Ternyata Perintah Gibran

Lumbung-lumbung tersebut nantinya digunakan untuk perbekalan serangan kedua ke Batavia. Namun, rencana dan strategi Sultan Agung tersebut diketahui oleh Belanda. Usut punya usut, Tumenggung Endranata-lah yang membocorkan strategi serangan Sultan Agung tersebut.

Lantaran hal itu, Belanda mengetahui titik kelemahan pasukan Mataram dan membakar lumbung-lumbung padi yang telah dibangun. Meski begitu, Mataram tetap melancarkan serangan ke Batavia. Pada tanggal 20 September 1629, Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen tewas karena diracun oleh Utari, pelayannya yang merupakan agen Mataram.

Namun, Mataram kembali harus mundur karena kekurangan logistik dan terlanda kelaparan. Kegagalan yang kedua kalinya itu membuat Sultan Agung murka. Apalagi, kegagalan tersebut terjadi akibat pengkhianatan Tumenggung Endranata.

Hal itulah yang membuat kerajaan membuat keputusan tegas,, Tumenggung Endranata dihukum pancung. Bahkan, untuk memberikan pesan bahwa pengkhianatan pada kerajaan adalah dosa besar, tubuh dan kepala Tumenggung Endranata dikubur secara terpisah.

Kepala Tumenggung Endranata dikuburkan di antara dua gapura Sapit Urang yang ada di kawasan makam Sultan Agung. Sementara, badannya dikuburkan di anak tangga menuju makam Sultan Agung. Dengan begitu, Tumenggung Endranata akan selalu diinjak-injak para peziarah hingga kiamat tiba.

Makam Sultan Agung sendiri berada di kawasan makam-makam raja Mataram di Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Tak sedikit peziarah yang kemudian menyempatkan diri untuk menginjak anak tangga yang didesain khusus untuk kuburan Tumenggung Endranata.

Kontributor : Dinnatul Lailiyah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini