SuaraSurakarta.id - Koordinator Jaringan Gusdurian sekaligus putri sulung mantan Presiden Indonesia Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid menyebut intolereransi di Solo bak api dalam sekam.
Dia menjelaskan, mereka yang semula hanya kelompok eksklusif di Solo lantas berubah menjadi gerakan menggunakan kekerasan dan intoleransi mengusung ideologi jihadis.
Alissa mengakui jumlah kelompok intoleran itu tidak banyak. Mereka kecil tapi aksinya mengalahkan suara dari kelompok moderat yang kurang nyaring terdengar di publik.
“Beruntung, Pemkot Solo mau mengakui itu sehingga bisa diajak bersama-sama mengampanyekan keberagaman dan toleransi,” kata Alissa Wahid diwartakan Solopos.com--jaringan Suara.com, Kamis (30/9/2021).
Baca Juga:Gibran Ulang Tahun ke-34, Warganet Kaget: Saya Kira Masih SMA, Imut Banget
Selama satu dekade terakhir, tercatat sejumlah peristiwa terorisme, ekstremisme dan intoleransi terjadi di Kota Solo. Di antaranya, bom bunuh diri di Gereja Kepunton pada 2011, bom bunuh diri di Mapolresta Solo pada 2016.
Lalu yang terbaru adalah perusakan makam di wilayah Pasar Kliwon yang terjadi belum lama ini. Peristiwa kekerasan tersebut dilatarbelakangi perbedaan paham aliran.
Padahal selama ini, Solo dikenal sebagai pusat budaya, kota pelajar, dan tujuan perantauan warga dari beragam latar belakang.
Alissa menyebut pemerintah pusat telah membuat kebijakan tentang moderasi beragama yang berisi penguatan konstitusi sebagai landasan etika sosial-politik.
Selain itu juga penguatan pandangan agama yang moderat, antikekerasan dalam penyelesaian masalah, dan menghargai perbedaan, serta penghargaan terhadap tradisi lokal.
Baca Juga:Gibran Rakabuming Raka Berusia 34 Tahun, Karir Politik Pertamanya Menjadi Wali Kota
Kebijakan ini telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional periode 2020-2024, namun rencana baik ini juga dinilai penting terakselerasi di daerah.
“Ini adalah pertemuan pertama kami sehingga kami berharap akan ada pertemuan lanjutan tapi enggak sekadar mengobrol. Kami bisa langsung beraksi menciptakan gerakan untuk menekan problem intoleransi dan ekstremisme,” jelasnya.