SuaraSurakarta.id - Seorang biksu Thailand salah menafsirkan ajaran agama Buddha. Hingga sang biksu tersebut memenggal kepalanya sendiri demi mempersembahkan nyawanya kepada Buddha.
Dilansir dari Terkini.id, aksi seorang biksu itu menurut otoritas Buddha, justru telah salah dalam menafsirkan ajaran agama.
Dia adalah Dhammakorn Wangphrecha (68), biksu senior kepala Biara Wat Phuhingong di provinsi timur laut Nong Bua Lamphu yang memenggal kepalanya dengan alat pemenggal kepala buatan sendiri.
Menurut laporan Eurasia Review peristiwa itu dilakukan dalam sebuah ritual keagamaan yang mengerikan pada 15 April lalu.
Baca Juga:Mitsubishi Gandeng Hitachi Studi Kendaraan Listrik Komersial di Thailand
Biksu itu percaya bahwa dengan mengorbankan hidupnya sebagai persembahan kepada Buddha, maka ia akan bereinkarnasi sebagai makhluk spiritual yang lebih tinggi atau mencapai pencerahan (tujuan semua umat Buddha), berdasarkan catatan bunuh diri yang telah ditulisnya.
Dhammakorn menulis bahwa ia telah merencanakan tindakan itu selama lima tahun sebelum akhirnya melakukan eksekusi di samping patung Indra dari gips yang menunjukkan dewa Hindu memegang kepalanya yang terpenggal di telapak tangan terulur, menurut mitos India kuno.
“Keinginannya adalah mempersembahkan kepala dan jiwanya sehingga Sang Buddha dapat membantunya bereinkarnasi sebagai makhluk spiritual yang lebih tinggi di kehidupan selanjutnya,” tutur Booncherd Boonroed, seorang kerabat mendiang biksu tersebut, kepada kantor berita Thailand.
Dalam catatan bunuh dirinya, biksu itu menulis: ‘memenggal kepala adalah cara memberi penghormatan kepada Buddha.’
Kepala biara dilaporkan telah mengajar para pengikutnya di komunitas pedesaan dengan mengatakan bahwa jika memberikan nyawa kepada Buddha, maka seseorang akan dipastikan terlahir kembali lebih baik di kehidupan selanjutnya.
Baca Juga:Naik Sampan, Tenaga Kesehatan Thailand Sambangi Daerah-daerah Terpencil
Sebelum dikremasi di hutan, jenazah Dhammakorn dibaringkan di dalam peti mati, tetapi kepalanya ditempatkan di dalam toples agar para pengikut dan kerabatnya dapat memberikan penghormatan kepadanya.
Sebagai informasi, agama Buddha melarang bunuh diri dengan alasan apa pun karnea melihatnya sebagai tindakan yang tidak diinginkan yang mengakibatkan karma negatif.
Umat Buddha di Thailand secara rutin membebaskan burung, ikan, dan hewan lain yang ditangkap untuk mendapatkan pahala dan mendapatkan karma positif dengan ‘menyelamatkan’ nyawa hewan-hewan itu.
Namun, melakukan bunuh diri karena alasan agama tidak memenuhi syarat sebagai perbuatan baik, menurut beberapa biksu Buddha terkemuka yang telah berbicara menentang tindakan Dhammakorn.
“Tidak ada ajaran di mana Buddha menyuruh Anda untuk memenggal kepala Anda sebagai persembahan,” terang Phramaha Paiwan Warawanno, seorang biksu di Bangkok yang memiliki banyak pengikut di media sosial.
“Yang Buddha inginkan adalah agar orang-orang mengikuti ajarannya dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Dia tidak ingin siapa pun menyerahkan hidup mereka atau berharap menjadi dia.”
Kendati demikian, beberapa orang Thailand justru membela biksu tersebut dengan alasan bahwa memutilasi diri telah menjadi cara religius tradisional untuk mencari dan mencapai kondisi mental dan spiritual yang lebih tinggi.
Ada kekhawatiran pengikut sekte Dhammakorn mungkin muncul di antara orang Thailand yang terus memiliki keyakinan pada ilmu hitam dan praktik yang dipertanyakan lainnya meskipun Buddhisme normatif tidak menyukai kepercayaan tersebut.
“Para eksekutif dan kepala vihara harus meninjau kembali praktik mereka dan menjaga biksu lain di vihara mereka. Insiden ini kemungkinan merupakan bukti dari kelalaiannya,” ungkap Sipbowon Kaeo-ngam, juru bicara Kantor Nasional Budha.
“Kita harus mencegah situasi tidak menyenangkan seperti itu terjadi lagi,” tandasnya.