SuaraSurakarta.id - Perhatian sebagian masyarakat dalam beberapa hari terakhir tertuju pada pegiat media sosial Permadi Arya alias Abu Janda, terutama karena sejumlah pernyataannya di media sosial menjadi kontroversi.
Salah satu kata Abu Janda yang jadi polemik dan berujung laporan ke polisi yaitu "evolusi" ketika mendebat mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.
Kendati Abu Janda telah menyangkal melakukan serangan rasisme kepada Natalius lewat istilah "evolusi," sejumlah kalangan tetap mengecam pernyataan Abu Janda, di antaranya politikus Golkar Dedi Mulyadi.
Dedi menyebut Abu Janda sebagai, "problem minimnya gagasan kaum influencer. Banyak aksi kurang isi. Banyak aksi kurang referensi."
Baca Juga:Denny Siregar Blak-blakan Tak Suka Twit Kasar Abu Janda ke Natalius Pigai
Dedi mempertanyakan, misalnya kebiasaan Abu Janda memakai busana tradisional Jawa setiap membuat konten, sementara tindak tanduknya tak mencerminkan kebudayaan Jawa.
"Saya malah bertanya, sebenarnya dia ini mewakili siapa. Kalau mewakili kaum tradisi, tradisi mana yang dia kembangkan. Kalau mewakili kaum nahdiyin dia nyantri dimana dan kitab apa yang dia sukai. Balau bicara tentang pluralisme, nasionalisme, maka dilarang untuk bersikap rasialisme," ujarnya.
Indonesia, kata Dedi, memerlukan orang-orang yang memiliki karya nyata dan menjadi teladan. Dengan dua hal tersebut, masyarakat bisa membangun Indonesia yang majemuk secara baik.
Dedi mengingatkan tindakan yang membuka ruang perdebatan tanpa dasar hanya akan melahirkan konflik yang tak berkesudahan.
"Saatnya menata negeri ini dengan baik. Demokrasi harus diisi oleh orang-orang cerdas," katanya.
Baca Juga:KNPI ke Abu Janda: Penghapusan Twit Itu Juga Bukti Ketakutannya
Politikus Golkar mengemukakan demokrasi hanya akan diisi oleh orang-orang cerdas dan objektif, yang bicara tanpa membabi-buta kepada kelompok pemikiran yang berbeda.