Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Jum'at, 21 Maret 2025 | 14:46 WIB
Paguyuban Pasar Triwindu membuka pasar sayur gratis, pada (20/3/2025) malam. [Dok Pribadi]

Pasar ini pertama kali dibangun bertepatan dengan 24 tahun bertahtanya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VII.

Paguyuban Pasar Triwindu membuka pasar sayur gratis, pada (20/3/2025) malam. [Dok Pribadi]

Nama Triwindu, yang berarti delapan tahun rangkap tiga, dipilih untuk memperingati hari bersejarah tersebut.

Awalnya, pasar ini hanya berupa lahan kecil dengan meja-meja sederhana tempat para pedagang menjual kue-kue tradisional, pakaian, majalah, dan koran.

Seiring waktu, banyak pedagang mulai membangun kios sendiri, mengubah pasar sederhana ini menjadi pusat jual beli barang antik. Peran pasar barang antik muncul pada masa penjajahan Jepang.

Baca Juga: Heboh Tanah Ambles di Gedung Serba Guna, Dua Warga Kadipiro Jadi Korban

Ketika kondisi ekonomi yang sulit membuat banyak bangsawan menjual benda-benda antik dan koleksi seni mereka di sini untuk bertahan hidup.

Hal ini menjadikan Pasar Triwindu salah satu pasar terpenting di Solo pada masa itu.

Bagi banyak pedagang, Pasar Triwindu sudah seperti rumah sendiri. Jarang ada pedagang yang datang dan pergi, karena tempat berjualan di pasar ini biasanya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pada Juli 2008, pasar ini dipugar mengikuti arsitektur khas Solo.

Lahan berjualan yang sebelumnya hanya satu lantai kini dibangun menjadi dua lantai oleh pemerintah Solo, memberikan para pedagang ruang yang lebih luas dan nyaman untuk berjualan.

Baca Juga: Renovasi Velodrome Manahan: Wali Kota Minta Masukan Komunitas Sepeda Balap dan Sepatu Roda

Selama peremajaan tersebut, pasar ini sempat berganti nama menjadi Pasar Windujenar. Namun, pada tahun 2011, pasar ini kembali ke nama aslinya yang sarat makna, Triwindu.

Load More