SuaraSurakarta.id - Momen Imlek 2025 membawa kita untuk mengenang sejarah panjang keberadaan komunitas Tionghoa di Kota Solo, khususnya dengan peristiwa bersejarah yang dikenal sebagai Geger Pecinan.
Peristiwa ini, yang terjadi pada tahun 1742, meninggalkan jejak mendalam dalam perjalanan sejarah masyarakat Tionghoa di Jawa, khususnya di Surakarta.
Bagi masyarakat Tionghoa, perayaan Imlek bukan hanya sekadar perayaan tahun baru, tetapi juga merupakan waktu untuk merenung dan menghargai perjuangan serta keberhasilan mereka dalam bertahan dan berkembang di tengah tantangan zaman.
Peristiwa Geger Pecinan
Peristiwa Geger Pecinan di Kartasura, yang terjadi pada tahun 1742, merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, khususnya pada masa penjajahan VOC.
Seperti halnya peristiwa besar lainnya, Geger Pecinan memiliki latar belakang yang panjang. Semua berawal dari pembantaian yang dilakukan VOC terhadap masyarakat Tionghoa di Batavia pada 9 hingga 10 Oktober 1740. Rumah-rumah orang Tionghoa dibakar, dan banyak yang dieksekusi oleh pasukan VOC.
Tindakan brutal tersebut memicu reaksi keras dari masyarakat Tionghoa. Mereka pun melarikan diri ke wilayah Jawa Tengah dan kemudian bersekutu dengan kekuatan Mataram, di bawah pimpinan Sunan Pakubuwana II.
Meski sempat bersekutu dengan Mataram pada tahun 1741, situasi berubah pada 1742, ketika Pakubuwana II berbalik mendukung VOC setelah melihat kekalahan pasukan Tionghoa-Mataram dalam beberapa pertempuran.
Tindakan Sunan Pakubuwana II ini menyebabkan kemarahan yang mendalam di kalangan masyarakat Tionghoa. Mengutip buku Zaman Kalasurasa karya Wahyudi (2015), masyarakat Tionghoa yang merasa dikhianati kemudian mengamuk dan menghancurkan istana Kartasura.
Baca Juga: Simpang Joglo Solo Resmi Dibuka: 5 Fakta Menarik yang Wajib Ketahui
Peristiwa ini dikenal dengan nama Geger Pecinan. Setelahnya, Pakubuwana II dan prajuritnya melarikan diri ke Magetan, sementara Raden Mas Garendi dinobatkan sebagai Raja Mataram yang baru dengan gelar Sunan Amangkurat IV.
Namun, meskipun pasukan Tionghoa-Jawa berhasil merebut Kartasura, pertempuran belum berakhir. VOC, bersama pasukan Madura dan Pakubuwana II, kembali bersatu untuk menyerang Kartasura dari tiga arah.
Serangan bertubi-tubi ini dipimpin oleh Cakraningrat, yang akhirnya berhasil merebut Keraton Kartasura. Setelah sejumlah perdebatan dengan VOC, Keraton Kartasura kembali ke tangan Pakubuwana II.
Peristiwa ini mencerminkan betapa rumitnya perjuangan dalam menghadapi kolonialisme dan menunjukkan betapa kuatnya pengaruh pertarungan politik pada masa itu.
Meskipun peristiwa ini membawa penderitaan bagi banyak orang, namun di baliknya terdapat pelajaran besar tentang pentingnya persatuan, toleransi, dan pentingnya melestarikan kebudayaan dan identitas.
Terbentuknya Kampung Pecinan Surakarta
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Sunscreen untuk Flek Hitam Terlaris di Shopee yang Bisa Kamu Coba
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- Lebih Murah dari Innova Zenix: 5 Mobil 7 Seater Kabin Lega Cocok untuk Liburan Keluarga Akhir Tahun
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- 7 Mobil 8 Seater Termurah untuk Keluarga, MPV hingga SUV Super Nyaman
Pilihan
-
4 HP Memori 256 GB Paling Murah, Cocok untuk Gamer yang Ingin Install Banyak Game
-
Disebut Menteri Berbahaya, Menkeu Purbaya Langsung Skakmat Hasan Nasbi
-
Hasan Nasbi Sebut Menkeu Purbaya Berbahaya, Bisa Lemahkan Pemerintah
-
5 Fakta Kemenangan 2-1 Real Madrid Atas Barcelona: 16 Gol Kylian Mbappe
-
Harga Emas Hari Ini: Galeri 24 dan UBS Sentuh Rp 2,4 Juta di Pegadaian, Antam Nihil!
Terkini
-
Tim Sparta Amankan Remaja Bawa Sajam di Jalan DI Panjaitan, Begini Kronologinya
-
Jokowi Pilih Tinggal di Rumah Lama di Solo Dibanding Hadiah Pemerintah, Ada Apa?
-
Diserang Soal Kereta Cepat Rugi Besar, Ini Respon Jokowi
-
Misi Ketua PP Perbasi Munculkan Atlet Basket Timnas dari Kota Bengawan
-
Perluasan Jangkauan Bank Jakarta: Hadirnya KCP UNS, Solusi Keuangan Tepat di Jantung Kampus