Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Selasa, 02 Agustus 2022 | 09:00 WIB
Joglo Sriwedari yang dulunya sebagai rumah budaya yang menghasilkan deretan seniman, kini berubah bak hutan belantara di jantung Kota Solo. [Tangkapan layar Youtube Peristiwa Kota Solo]

SuaraSurakarta.id - Miris. Satu kata itu mungkin bisa menggambarkan kondisi kawasan Joglo Sriwedari, Kota Solo.

Betapa tidak, lokasi itu yang dulunya sebagai rumah budaya yang menghasilkan deretan seniman, kini berubah bak hutan belantara di jantung Kota Bengawan.

Lebih mirisnya lagi, lokasi kawasan Sriwedari hanya berjarak sekitar 500 meter dari Rumah Dinas Wali Kota Solo Loji Gandrung.

Pembina Forum Komunitas Sriwedari (Foksri), Dr BRM Kusumo Putro hanya bisa mengelus dada saat mengunjungi lokasi tersebut, Senin (1/8/2022) siang.

Baca Juga: Festival Budaya Loloan di Jembrana Bali

Kusumo tahu betul sejarah dan cerita Joglo Sriwedari yang dulunya menjadi rumah bagi para seniman untuk mengekspresikan diri, mengingat hampir 20 tahun dirinya membuka usaha di kawasan itu.

"Kondisinya saat ini berubah 180 derajat sejak hilangnya bangunan Joglo Sriwedari sekitar dua tahun lalu. Para pelaku budaya pasti miris melihat kondisi seperti ini," ungkap Kusumo, Selasa (2/7/2022).

Dari pantauan di lokasi, banyak tumbuhan liar menjalar di hampir setiap sudut kawasan di pinggir Jalan Slamet Riyadi tersebut.

Lalu, kawasan tersebut hanya menyisakan sebuah patung Gatotkaca si otot kawat balung wesi dan istrinya Dewi Pregiwo. Patung tersebut, menandai 100 tahun Taman Sriwedari tertanggal 2002 silam.

Selain itu, tugu Cagar Budaya juga masih berdiri. Menjadi saksi bisu, matinya kawasan tersebut.

Baca Juga: Jeje Slebew Sendirian di Trotoar, Citayam Fashion Week Bubar?

Kusumo memaparkan, matinya kawasan Sriwedari juga berdampak kepada kondisi seniman-seniwati di Kota Solo. Dahulu, kawasan Joglo Sriwedari menjadi tempat bernaungnya para seniman tari di Kota Bengawan.

"Di tempat itulah, banyak lahir penari-penari hebat untuk regenerasi budaya bangsa. Itu adalah rumah budaya dari beragam kesenian, baik seni pertunjukan maupun seni rupa," kata dia.

Namun, kawasan itu tinggal menjadi kenangan semata. Mereka yang bernaung dan mencari nafkah di kawasan sekitaran Joglo Sriwedari juga ikut terdampak.

Dengan kondisi yang memprihatinkan itu, Kusumo berharap Pemerintah Kota atau Pemkot Solo segera mengambil langkah revitalisasi kawasan Sriwedari.

"Kami berharap revitalisasi segera dilaksanakan karena DED sudah dibuat. Untuk itu, kami mendukung revitalisasi kawasan Sriwedari secepatnya dilaksanakan," tegas dia.

Joglo Sriwedari yang dulunya sebagai rumah budaya yang menghasilkan deretan seniman, kini berubah bak hutan belantara di jantung Kota Solo. [dok]

Menurut dia, revitalisasi harus segera dilakukan karena sudah ada detail engineering design (DED) atau maket penataan kawasan Sriwedari yang telah dirancang sebelumnya.

Kusumo mengakui sekarang ini Pemkot Solo merevitalisasi sejumlah tempat seperti Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ), Taman Balekambang, Lokananta, maupun Koridor Gatot Subroto.

Namun dia berharap revitalisasi kawasan Sriwedari Solo tidak dilupakan, mengingat kondisinya yang seperti terbengkalai beberapa tahun terakhir.

"Gedung Wayang Orang sudah tidak layak pakai untuk pertunjukan, pembangunan Masjid Sriwedari mangkrak. Kondisi ini menjadi keprihatinan tersendiri bagi kami," jelas BRM Kusumo Putro. (Ronald Seger Prabowo)

Load More