Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Minggu, 17 April 2022 | 15:14 WIB
Fitur PeduliLindungi sudah terintegrasi dengan Aplikasi Traveloka terbaru. Foto: Ilustrasi aplikasi PeduliLindungi. [Antara]

SuaraSurakarta.id - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Amerika Serikat (AS) menyebutkan aplikasi PeduliLindungi masuk dalam daftar pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Hal itu pun memancing respon dari para Anggota DPR. 

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta meminta semua pihak jernih dalam menyikapi temuan Kemenlu AS. Ia juga mendorong Indinesia menjelaskan secara rinci kepada pihak AS. 

"Pernyataan Kemenlu AS itu perlu disikapi dengan jernih. Setidaknya ada dua hal yang perlu kita lakukan. Pertama, kita dorong LSM yang melaporkan kepada Kemenlu AS untuk menjelaskan secara rinci apa yang menjadi temuannya itu," kata Sukamta di Jakarta, Minggu (17/4/2022).

Menurut dia, perlu diperjelas di bagian mana aplikasi PeduliLindungi yang dianggap melanggar HAM. Hal itu, katanya, karena dalam laporan LSM tersebut hanya disebutkan aplikasi PeduliLindungi mengumpulkan informasi dan bagaimana data tersebut disimpan dan digunakan pemerintah.

Baca Juga: Pendeta Saifuddin Ibrahim Kerap Bikin Gaduh, Anak Pertama Ingatkan Ayahnya Soal Surga dan Neraka

"Kedua, terlepas dari benar-tidaknya laporan tadi, kita semua khususnya pemerintah harus selalu dapat menjamin terwujudnya pelindungan data pribadi yang kuat, termasuk membuat regulasi kuat dan pengawasan ketat karena sudah terbukti data-data E-hac bocor," ujarnya.

Sukamta mengatakan pemerintah sejak awal berjanji untuk menjamin pelindungan data pribadi masyarakat yang menggunakan aplikasi tersebut.

Menurut dia, apabila terbukti ada pelanggaran HAM seperti yang dituduhkan Kemenlu AS, maka pemerintah RI harus "legowo" untuk menindaklanjuti temuan tersebut dengan memperbaiki dan memperkuat aplikasi itu agar tidak terjadi kebocoran data lagi.

"Saya sejak awal 'concern' dan terus mengingatkan pentingnya pelindungan data pribadi dalam PeduliLindungi, aplikasi yang penting dalam hal menekan laju penyebaran COVID-19. Teknologi dan fitur-fitur di dalamnya perlu terus diperbaiki dan disempurnakan, khususnya dalam hal keamanan siber dan pelindungan data pribadi," katanya.

Karena itu, dia mengingatkan urgensi Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS) dan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP). Menurut dia, terkait RUU PDP, Komisi I DPR sudah mulai kembali membahasnya

Baca Juga: Ini Tradisi Lebaran Unik di 5 Negara Minoritas Muslim

"Melihat kasus dan dugaan kebocoran data yang terjadi beberapa waktu lalu, maka semakin menambah keyakinan kami bahwa Otoritas PDP harus independen, bukan sebuah lembaga/badan yang berada di bawah Kementerian," ujarnya.

Hal itu, menurut dia, karena sebenarnya pemerintah yang justru sering mendapat serangan siber terhadap sistem datanya.

Sebelumnya, Kemenlu AS dalam laman resminya mengunggah laporan penegakan HAM di negara-negara yang menerima bantuan dari AS dan anggota PBB sepanjang 2021 (2021 Country Reports on Human Rights Practices).

Kemenlu AS dalam laporannya terkait praktik HAM di Indonesia menyampaikan sejumlah organisasi nonpemerintah (NGO/LSM) khawatir terhadap informasi yang dihimpun oleh aplikasi PeduliLindungi dan bagaimana data itu disimpan dan digunakan pemerintah.

Laporan itu dimuat dalam subbab yang membahas adanya intervensi pemerintah terhadap privasi, keluarga, dan urusan rumah tangga yang dilakukan secara acak dan ilegal. Namun laporan itu tidak mengelaborasi lebih rinci potensi pelanggaran HAM yang dimaksud, dan tidak menyebut secara lengkap sumber keluhan atau laporan.

Load More