Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 31 Maret 2022 | 22:00 WIB
Ilustrasi generasi milenial. Gus Yahya meminta agar generasi muda tidak terpengaruh oleh ajakan pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan perbuatan yang menimbulkan kerusakan. (Shutterstock)

SuaraSurakarta.id - Anak muda atau generasi milenial sering dianggap remeh di berbagai kelompok. Pesimisme untuk memberikan tanggung jawab pun masih terjadi. 

Namun, di era serba teknologi atau digital saat ini, peran anak muda ternyata memberikan dampak tersendiri kepada perubahan gaya hidup.  Tetapi masih ada juga anak muda yang tidak kreatif dan terjerumus dalam pergaulan yang menyesatkan. 

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf meminta agar generasi muda tidak terpengaruh oleh ajakan pihak tidak bertanggung jawab untuk melakukan perbuatan yang menimbulkan kerusakan.

"Jangan mau diajak rusak-rusakan, yang merusak itu, yang rusak-rusakan itu akan merusak hidup kalian nanti. Karena masa depan ini milik kalian, kita ini sebentar lagi lewat. Ini masa depan milik kalian, kalian yang harus putuskan macam apa yang akan kalian hidupi nanti,” ujar KH Yahya Cholil Staquf dikutip dari ANTARA di Jakarta, Jumat (31/3/2022).

Baca Juga: Ulasan Buku Dilarang Gondrong: Praktik Kekuasaan Orde Baru Terhadap Anak Muda Era 1970an

Yahya mengajak generasi muda dan masyarakat untuk terus mempraktikkan warisan budaya Nusantara, yakni menjaga harmoni dan toleransi dalam kehidupan sehari-hari.

"Warisan ini sebetulnya hari-hari ini dan masa depan sangat dibutuhkan oleh dunia," imbuh dia.

Untuk itu, jika ingin melihat bangsa Indonesia menyumbangkan sesuatu yang sungguh berarti bagi seluruh peradaban umat manusia, semua pihak harus memperkenalkan, dan mengembangkan warisan harmoni dan toleransi asli Indonesia kepada dunia.

"Pertama-tama kita harus buktikan sendiri bahwa kita kuat untuk memelihara tradisi toleransi dan harmoni itu di antara kita semua," kata dia.

Pada diskusi itu, Sekretaris Umum Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), Pdt Jacky Manuputty, mengatakan perkembangan digital atau kemajuan teknologi juga beriringan dengan beredarnya informasi kontra narasi agama.

Baca Juga: Sederet Sindiran Menohok Megawati untuk Anak Muda di Indonesia, Jleb Banget!

Menurutnya, kontra narasi agama berpotensi mengarah pada perpecahan di Indonesia.

"Saya langsung saja melihat fenomena sehari-hari yang bikin panas kuping, hati, mata, pertarungan antara beberapa kelompok. Sekarang memang era dimana semua orang bisa tiba-tiba menjadi ahli hanya dengan dua jari,” kata Jacky.

Ia mengatakan, saat ini Indonesia memasuki ruang digital, namun sayangnya beberapa di antaranya justru memanfaatkan ruang digital menjadi kontra narasi.

"Orang kehilangan kebajikan untuk bertanya dan berdialog, lebih kepada mengeluarkan statement yang keras, memang harus dicari rumusnya bersama," tambah Jacky.

Untuk mewujudkan itu semua harus ada moderasi agama yang diperkuat dari semua agama yang ada di Indonesia.

Sementara Uskup Keuskupan Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmojo mengatakan moderasi agama dilakukan demi tercapainya perdamaian dunia dan hidup dalam kebersamaan.

"Judulnya persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia dan hidup bersama," kata Suharyo.

Ia meyakini bahwa proses moderasi agama di Indonesia saat ini sedang berjalan dan terus berjalan.

Ia mengatakan, tantangan moderasi beragama sendiri adalah pada penghayatan iman agama secara benar melalui tokoh-tokoh dari sejumlah komunitas iman.

"Oleh karena itu, tokoh komunitas iman yang sungguh berwibawa dan mendampingi, mencerdaskan komunitas damainya masing-masing dengan penghayatan iman yang benar. Itulah tantangannya untuk moderasi beragama, bahkan itu sudah diberikan indikatornya," kata Suharyo.

Salah satu upaya agar moderasi agama terus berjalan, semua pihak harus berupaya menciptakan dunia harmonis yang dimulai dari hal yang terkecil, yakni dari diri sendiri dan keluarga.

Ketua Umum Dewan Rohaniwan/ Pengurus Pusat Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Xs Budi S Tanuwibowo mengatakan agama Khonghucu memiliki cita-cita utama, yakni menciptakan dunia yang harmonis.

"Itu dapat terwujud dimulai dari yang paling kecil, yaitu dari diri sendiri dan keluarga," kata Budi.

Budi menjelaskan, setiap pribadi harus saling menghormati antarsesama manusia agar tercipta kedamaian. Selain dimulai dari keluarga untuk mencapai keamanan dan kenyamanan dalam beragama, manusia di bumi harus menjunjung tinggi persaudaraan. 

Load More