SuaraSurakarta.id - Perempuan dengan riwayat hipertensi akan perlunya rutin mengecek tensi (tekanan darah) saat menggunakan obat kontrasepsi hormonal.
Hal tersebut diungkapkan anggota Pokja Panduan Konsensus Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia atau Indonesian Society of Hypertension, Siska Suridanda Dany.
"Kalau ingin menggunakan obat kontrasepsi hormonal sebaiknya aware peningkatan tekanan darah. Merupakan salah satu yang bisa terjadi komplikasi dan tekanan darah harus diperiksa sebelum dan sesudah mengonsumsi pil kontrasepsi setiap 3 bulan," kata dia dilansir dari ANTARA, Jumat (18/2/2022).
Penggunaan obat kontrasepsi hormonal menjadi salah satu aspek terjadinya peningkatan tekanan darah. Hipertensi terkait pil kontrasepsi didapatkan pada sekitar 2-5 persen perempuan dengan tekanan darah yang awalnya normal, sedangkan pada perempuan hipertensi, peningkatan tekanan darah terjadi pada 9-16 persen.
Risiko meningkatnya tekanan darah bisa terjadi karena berbagai faktor seperti ada kebiasaan merokok, usia, ada tidaknya obesitas, serta durasi dan dosis obat kontrasepsi yang digunakan.
Siska menyarankan para kaum hawa mengganti jenis obat kontrasepsi bila terjadi peningkatan tekanan darah dan ini perlu dikonsultasikan dengan dokter.
"Ada beberapa jenis kontrasepsi hormonal, ada yang lebih rendah risikonya untuk terjadi hipertensi dibandingkan dengan yang lain, ini harus dikonsultasikan dengan dokter," kata dia.
Menurut dia, umumnya, peningkatan darah dalam kondisi ini akan kembali normal ketika obat kontrasepsi dihentikan.
Tetapi, apabila tekanan darah tetap tinggi walaupun telah dilakukan penyesuaian jenis pil kontrasepsi maka pil kontrasepsi harus dihentikan.
Penggunaan obat kontrasepsi menjadi pilihan di kalangan perempuan yang ingin menunda kehamilan sampai dirinya merasa siap. Siska mengingatkan, obat ini berisiko meningkatkan tekanan darah.
Di Indonesia, jumlah pasien hipertensi relatif tinggi dan kecenderungannya tidak menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan survei tahun 2018 yaitu sekitar 34 persen tidak berubah dari angka yang didapat pada survei tahun 2007.
Penyebab tingginya kasus baru hipertensi akibat tingginya faktor risiko hipertensi seperti diabetes melitus (kencing manis), kegemukan, konsumsi garam yang tinggi dan merokok.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah Desain Timeless: Enak Dilihat Sepanjang Waktu, Mulai Rp 30 Jutaan
- Pemain Keturunan Rp 312,87 Miliar Juara EFL Masuk Radar Tambahan Timnas Indonesia untuk Ronde 4
- Selamat Tinggal Mees Hilgers, Penggantinya Teman Dean James
- 5 Alasan Honda Supra X 125 Old Masih Diminati, Lengkap dengan Harga Bekas Terbaru Juni 2025
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas Mesin Diesel Harga di Bawah Rp100 Juta
Pilihan
-
Catatan Liputan Suara.com di Jepang: Keajaiban Tas, Uang dan Paspor Hilang Kembali ke Pemilik
-
Proyek Rp1,2 Triliun Kerap Bermasalah, Sri Mulyani Mendadak Minta Segera Diperbaiki
-
DOR! Dua Bule Australia Jadi Korban Penembakan di Bali, Pelaku Disebut Gunakan Jaket Ojol
-
AFPI Geram, Ajak Pelaku Gerakan Gagal Bayar Pinjol Dipolisikan Biar Ditangkap
-
3 Rekomendasi HP Murah Samsung dengan RAM 8 GB, Terbaik Juni 2025
Terkini
-
Dari Keraton Solo untuk Nusantara: Peken Jasindo Gaungkan Semangat Budaya dan Ekonomi Inklusif
-
Peken Jasindo Disambut Antusias, Pelaku UMKM dan Difabel Rasakan Dampak Nyata
-
Lokasi KKN di Boyolali Bakal Didatangi Rismon Sianipar, Jokowi Beri Tantangan Balik
-
Siap Maju Ketum PSI, Jokowi Klaim Dapat Dukungan DPW, Bakal Turun Gunung?
-
Berlangsung di Keraton Solo, Peken Jasindo 2025 Hadirkan Semangat Budaya dan Ekonomi Kerakyatan