Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Kamis, 17 Februari 2022 | 21:14 WIB
Kirab proses boyong kedhaton Hari Jadi Kota Solo ke-277. [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki sejarah yang panjang. 

Sebelum berada di Desa Sala, Pemerintahan Mataram berada di Keraton Kartasura. Keraton Kartasura sendiri berada di Desa Krapyak Kecamatan Kartasura, Sukoharjo.

Keraton Kartasura didirikan oleh Amangkurat II sekitar tahun 1.600-an setelah meletusnya pemberontakan Trunajaya di Plered. 

Ketika waktu itu beliau memindahkan Keraton Mataram dari Plered ke Wonokarto yang kemudian disebut Kartasura.

Baca Juga: Viral Detik-Detik Wamenparekraf Pingsan, Sosok Ini Disorot: Ngakak tapi Kasihan

"Dulu sebelum di Kartasura itu Pemerintahan Mataram ada di Plered. Kemudian pindah ke Wonokerto (Kartasura)," ujar Keturunan ke 4 Paku Buwono (PB) X, KRMT Nuky Mahendranata Nagoro saat ditemui, Kamis (17/2/2022).

Beberapa puluh tahun Keraton Kartasura berdiri, mengalami pasang surut dengan terjadinya perang saudara. Pada tahun 1740 meletus geger pecinan di Batavia yang kemudian merembet ke Semarang dan Solo. 

Pada tahun 1743 terjadi geger pecinan yang melanda Keraton Kartasura. Pada waktu itu sebenarnya Susuhunan Paku Buwono (PB) II mendukung pasukan-pasukan China yang dipimpin Kapiten Sepanjang.

"Karena mereka berpendapat ingin melawan VOC waktu itu dan ingin mengusir dari Mataram," kata dia.

Laskar Cina

Baca Juga: Berdiri di Samping Gibran, Ini Detik-detik Wamenparekraf Pingsan Saat di Keraton Solo

Tembok bekas Keraton Kartasura. [Suara.com/Ari Welianto]

Setelah beberapa kali terjadi kekalahan pada peperangan tersebut. Belanda atau VOC kemudian mempolitisasi sebuah kekalahan tersebut dan mengatakan kepada PB II bahwa kalau kejadian ini terulang dan kalah maka bisa dipastikan Susuhunan akan diturunkan oleh VOC waktu itu. 

"Kemudian PB II ada bujukan Patih Pringgoloyo takut dan berbalik arah melawan Laskar Cina. Selanjutnya laskar China yang disitu ada RM Galendri (Sunan Kuning), Kapiten Sepanjang, RM Said menyerang Keraton Kartasura dan berhasil mendudukinya," jelasnya yang juga pemerhati sejarah ini.

Saat Keraton Kartasura berhasil diduduki, PB II lari ke Ponorogo. Hanya berselang sekitar enam bulan, Keraton Kartasura berhasil diduduki kembali dengan bantuan Bupati Maduracakraningrat dan Belanda.

Setelah berhasil diduduki, keraton yang sudah layak untuk dihuni karena terjadi kerusakan. PB II kemudian memerintahkan punggawa dan orang-orang kepercayaannya untuk mencari tempat pengganti.

"Ada tiga alternatif tempat waktu itu. Ketiganya adalah Talawangi Kadipolo, Sonosewu Bekonang, dan Desa Sala," sambungnya.

Tapi lokasi-lokasi tersebut ada berbagai pertimbangan. Di Talawangi Kadipolo diramalkan akan berumur panjang tapi akan banyak pemberontakan. 

Di Sonosewu Bekonang itu akan mengalami masa kejayaan yang sangat panjang tapi akan menjadi Budha atau Hindu kembali. 

"Ada satu tempat lagi di Desa Sala yang dulu berawa-rawa. Kemudian PB II memilih di Desa Sala dengan cara membelinya bukan mengambil. Warga yang sudah ada dipersilahkan untuk tinggal disitu," ungkap dia.

Dipindahnya Keraton Kartasura ke Surakarta, bukan hanya kondisi Keraton Kartasura rusak. Tapi dulu sudah pernah diduduki musuh, dalam arti pamor atau wahyunya sudah hilang.

"Dalam kepercayaan Jawa, kalau sudah ditempati orang lain atau musuh maka dirasa untuk memindahkan. Jadi cari tempat yang lebih bersih," ucapnya.

Boyong Kedhaton

Pada 17 Februari 1745 penanggalan Masehi atau 14 Suro 1670 terjadi Boyong Kedhaton (perpindahan) keraton dari Kartasura ke Surakarta.

Dalam Boyong Kedhaton tersebut rombongan melewati Jalan Slamet Riyadi kemudian Laweyan. Sesampainya di Pagelaran Surakarta, PB II mengucapkan maklumat.

"Bahwa Desa Sala dengan ini saya ganti menjadi nama Surakarta Hadiningrat. Dan dipun estokno (tolong ditaati)," tegasnya.

Dalam kepindahan dari Kartasura ke Surakarta iring-iringannya itu ada Gajah, kuda, gamelan, pohon beringin kembar tapi bibitnya, prajurit. 

Ada juga beberapa potongan bangunan atau kayu yang dilepas. Kemudian dipasang lagi di keraton baru.

"Di dalam babad diceritakan itu waktunya setengah hari, pagi sampai siang. Itu tidak berhenti dan itu tidak boleh, karena kalau berhenti maka pindahnya disitu jadi jalan terus," tandas dia.

Kontributor : Ari Welianto

Load More