SuaraSurakarta.id - Singapura mengalami krsis energi listrik. Hal itu dsebut-sebut karena pasokan gas dari Indonesia mengalami gangguan.
Diketahui, di Singapura terjadi permintaan listrik yang lebih tinggi dari biasanya. Permintaan tertinggi sebesar 7.667 megawatt yang tercatat pada 12 Oktober.
Namun sayang, permintaan ini tidak didukung oleh pasokan energi untuk pembangkit listrik yang memadai sehingga harga listrik menjadi mahal.
Padahal, Singapura bergantung pada gas untuk pembangkit listrik. Sehingga sangat sensitif terhadap persediaan gas.
Menyadur dari Terkini.id, Otoritas Energi Singapura (EMA) menyebut ada pembatasan gas alam perpipaan dari West Natuna dan rendahnya gas yang dipasok dari Sumatera Selatan yang mengganggu pasokan gas untuk produksi listrik.
“Lonjakan baru-baru ini dapat dikaitkan dengan sejumlah faktor, termasuk permintaan listrik yang lebih tinggi dari biasanya, pemadaman beberapa unit pembangkit, pembatasan gas dari Natuna Barat, serta tekanan pendaratan yang rendah dari gas yang dipasok dari Sumatera Selatan,” kata EMA, melansir Reuters.
Gangguan pasokan gas dibenarkan oleh Julis Wiratno, Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK) Migas. Namun saat ini, ia berujar seharusnya semua sudah kembali normal.
“Distribusi gas pada September sudah mulai membaik, dibandingkan Juli yang mengalami gangguan produksi, namun belum kembali normal seperti awal tahun ini. Hal ini disebabkan penurunan laju produksi gas di salah satu lapangan” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, sebenarnya masalah krisis energi Singapura adalah kombinasi. Namun memang pasokan RI mendominasi.
Baca Juga: Dianggap Melanggar Hak Paten, Perusahaan Baja Gugat Toyota
“Sekitar 60 persen pasokan gas mereka dari Indonesia,” tegasnya.
Bila ditelaah mundur, memang ada gangguan dari RI pada bulan Juli terutama disebabkan oleh penghentian yang tidak direncanakan di lapangan Anoa dan pemeliharaan terencana di lapangan Gajah Baru, keduanya terletak di Natuna.
SKK Migas kala itu mengatakan produksi di Natuna turun 27,5 persen dari puncak sebelumnya menjadi 370 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Berdasarkan data badan itu di 2020, setidaknya ada tiga kontrak ekspor gas RI ke Singapura dengan pasokan minimal sekitar 700 MMSCFD. Yakni satu kontrak ekspor gas pipa ke GSPL Singapura, dua kontrak ekspor gas pipa ke SembGas.
Singapura sendiri adalah tujuan ekspor gas alam terbesar Indonesia. Dikutip dari data BPS (Badan Pusat Statistik), sepanjang Januari-Juli 2021 Indonesia mengekspor US$ 1,45 miliar atau Rp 20,43 triliun (kurs Rp 14.075).
Jumlah ini naik 50,75 persen dari periode yang sama tahun 2020. Jumlah ekspor gas alam ke Singapura setara dengan 40 persen dari total ekspor gas alam Indonesia.
Berita Terkait
Terpopuler
- Penyerang Klub Belanda Siap Susul Miliano Bela Timnas Indonesia: Ibu Senang Tiap Pulang ke Depok
- 27 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 Oktober: Raih 18.500 Gems dan Pemain 111-113
- Gary Neville Akui Salah: Taktik Ruben Amorim di Manchester United Kini Berbuah Manis
- 7 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Alpha Arbutin untuk Hilangkan Flek Hitam di Usia 40 Tahun
- 7 Pilihan Parfum HMNS Terbaik yang Wanginya Meninggalkan Jejak dan Awet
Pilihan
-
Menkeu Purbaya Tebar Surat Utang RI ke Investor China, Kantongi Pinjaman Rp14 Triliun
-
Dari AMSI Awards 2025: Suara.com Raih Kategori Inovasi Strategi Pertumbuhan Media Sosial
-
3 Rekomendasi HP Xiaomi 1 Jutaan Chipset Gahar dan RAM Besar, Lancar untuk Multitasking Harian
-
Tukin Anak Buah Bahlil Naik 100 Persen, Menkeu Purbaya: Saya Nggak Tahu!
-
Menkeu Purbaya Mau Tangkap Pelaku Bisnis Thrifting
Terkini
-
Viral! Mahasiswa UNS Diduga Penerima Bantuan KIP-K Berpesta di Klub Malam, Pakai Busana Minim
-
Tergugat Tak Akan Tunjukan Ijazah, Sidang Mediasi Citizen Lawsuit Ijazah Jokowi Berakhir Deadclock
-
Kecelakan Maut di Sragen: Satu Keluarga Tewas Ditabrak Mobil Misterius, Polisi Kejar Pelaku
-
Tim Sparta Amankan Remaja Bawa Sajam di Jalan DI Panjaitan, Begini Kronologinya
-
Jokowi Pilih Tinggal di Rumah Lama di Solo Dibanding Hadiah Pemerintah, Ada Apa?