Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Senin, 16 Agustus 2021 | 18:14 WIB
Pahlawan Nasional Samanhudi. [Wikipedia]

SuaraSurakarta.id - Samanhudi merupakan salah satu pahlawan Indonesia yang berasal dari Kota Solo.

Samanhudi dianugerahi gelar pahlawan pergerakan nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 590 tahun 1961 pada 9 November 1961.

Bagi pengusaha atau perajin batik di Surakarta, sosok Samanhudi ini tidak asing dan sudah melekat namanya.

Dia, merupakan saudagar batik yang terkenal pada masa Belanda berkuasa di Indonesia yang ikut berjuang untuk melawan penjajah. 

Baca Juga: Layanan Purna Jual Mitsubishi Indonesia Berikan Kontribusi Terhadap Pemasaran Juli 2021

Samanhudi merupakan pendiri Sarekat Dagang Islam (SDI) yang merupakan organisasi sebagai wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta pada waktu itu.

"Samanhudi itu merupakan salah satu pahlawan pergerakan dalam merebut kemerdekaan Indonesia," ujar pengelola Museum Samanhudi Solo, Aziz Okta saat ditemui, Senin (16/8/2021).

Samanhudi berjuang lewat organisasi yang dibentuknya, yakni Sarekat Dagang Islam (SDI). Organisasi yang didirikan untuk membantu dan membela kepentingan kebutuhan pedagang indonesian khususnya pedagang batik.

SDI yang didirikan ini juga untuk menghadapi persaingan dengan pengusaha Hindia Belanda di dunia batik. Karena pada waktu batik-batik mancanegara khususnya dari China yang muncul di Indonesia terutama di Kota Solo.

"SDI ini didirikan di Belukan sekarang ini Wilayah Kelurahan Sondakan. SDI dibentuk untuk wadah dan melindungi pedagang atau perajin batik waktu itu," ungkap dia.

Baca Juga: Pemerintah Bersiap Evakuasi Warga Negara Indonesia dari Afghanistan

Samanhudi, yang dilahirkan pada, 8 Oktober 1868 ini sebelum mendirikan SDI ikut di organisasi perdagangan China di bagian bumi putra.

Lalu keluar dan mendirikan organisasi bernama Rekso Roemekso. Ini dibentuk untuk melindungi batik dan pengusaha-pengusaha batik pribumi.

Karena batik dulu itu sangat berharga di Solo. "Rekso Roemekso inilah yang merupakan SDI. SDI sendiri lahir pada 1911," katanya. 

Menurutnya, berdirinya Organisasi SDI tidak bertahan lama. Karena pada 1912, SDI berganti nama menjadi Sarekat Islam (SI).

Sarekat Islam ini bersifat perkumpulan sosial non politik. Tujuan berdirinya SI ini untuk memajukan perdagangan, memberikan pertolongan kepada para anggota yang mendapat kesukaran. 

Kemudian memajukan kepentingan jasmani dan rohani kaum bumi putera dan memajukan kehidupan agama Islam. 

Pada 1913, Samanhudi pun diangkat sebagai Ketua Sarikat Indonesia (SI) seluruh Indonesia. 

Dikutip dari buku Haji Samanhudi (1983) karya Mulyono, nama lahir Samanhudi adalah Wirjowikoro, nantinya dikenal dengan nama Sudarno Hadi. Nama Samanhudi dipakai setelah Wirjowikoro menunaikan ibadah haji.

Ayah Samanhudi merupakan seorang pengusaha kain batik

Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Samanhudi semasa kecil memperoleh pendidikan agama Islam dan pendidikan umum di SD Bumiputera kelas satu di Surabaya.

Samanhudi di Surabaya tidak hanya belajar tapi juga berdagang. Dengan ilmu yang diperoleh membuat Samanhudi terjun ke dunia perdagangan batik. 

Jiwa dagangnya sudah ada sejak lama dan mudah menarik hati masyarakat. 

Sebagai saudagar, dia mengadakan hubungan dagang dengan pedagang diberbagai kota, seperti Surabaya, Bandung, Purwokerto, dan Banyuwangi. 

Tidak hanya diberbagai kota di Indonesia tapi juga dengan orang-orang China dan Arab. 

Meninggal

Pada 1920, kesehatan Samanhudi mulai terganggu. Kondisinya itu membuatnya tidak bisa aktif lagi di dalam organisasi. 

Meski sakit dan kondisi menurun, namun Samanhudi masih bisa menginspirasi ide-ide terhadap pergerakan nasional waktu itu.

Pada 28 Desember 1956, Samanhudi wafat di Klaten. Beliau dimakamkan di Desa Banaran, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. 

Untuk menghormati dan mengenang perjuangan Samanhudi sebagai pahlawan pergerakan. Yayasan Warna Warni mendirikan Museum Haji Samanhudi di Laweyan pada 2008 silam.  

Namun, pada 2012 lalu Museum Haji Samanhudi dipindah di Jalan KH Samanhudi Nomor 75 Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan tepatnya di balai Kantor Kelurahan Sondakan.

Pada museum tersebut menampung sejumlah dokumen tentang kehidupannya, terutama tentang kisah dan perjuangannya.  

Di sana terpajang juga gambar, foto, tulisan Samanhudi dan dokumen soal revolusi batik hingga berdirinya dan perjuangan Sarekat Islam. Ada juga soal replika kain batik, canting, anglo, bahan pewarna batik.

Terdapat juga foto-foto Samanhudi dan keluarganya. Tokoh-tokoh pergerakan nasional juga ada. "Selalu ada yang datang kesini meski tidak setiap hari. Museum ini juga buat riset atau penelitian, biasanya para mahasiswa," tandas dia. 

Kontributor : Ari Welianto

Load More