Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Senin, 14 Juni 2021 | 12:17 WIB
Ilustrasi sebuah lowongan pekerjaan mensyaratkan bahasa china atau mandarin wajib dikuasai para pakerja. (Shutterstock)

 “Kalau mungkin syaratnya bahasa Inggris, yang memang sudah menjadi bahasa internasional, itu masih masuk akal. Tapi kalau bahasa Mandarin, itu tidak masuk akal. Ini pakai logika terbalik, karena seharusnya mereka yang menyesuaikan diri, karena mereka masuk wilayah kami,” ujarnya.

“Ini jelas pelanggaran UUD 45. Memang di UU Omnibuslaw, perusahaan hanya mensyaratkan perusahaan hanya memberitahu pemerintah untuk menggunakan tenaga kerja asing, tanpa menyebut batasannya. Karena itu, mereka mengakali, dengan syarat ini, maka nantinya semua tenaga kerja perusahan ini nantinya akan didatangkan dari negara mereka, kami jadi penonton,” sambungnya.

Pihaknya pun meminta kepada sejumlah lembaga terkait, terutama Dinas Tenaga Kerja agar tak kendor dalam masalah syarat ini.

Apabila sampai kendor, bukan tidak mungkin nantinya para tenaga kerja dari Indonesia hanya jadi penonton untuk menonton pihak asing mengeruk keuntungan dari mengelola sumber daya alam daerah ini.

Baca Juga: BP2MI Temukan Banyak Pelanggaran, Perusahaan Agen PMI PT CKS Malang Bakal Ditutup

Di samping itu, pihaknya juga mengimbau agar Disnaker Kutim segera menyampaikan kepada PT Kobexindo untuk mengahapus rekrutmen dengan syarat bahasa Mandarin.

“Perusahaan harus tunduk pada UU. Harus sinergi dengan kearifan lokal. Kalau mau, rekrut tenaga kerja, kalau lulus, silakan dididik khusus dengan bahasan Mandarin sebelum kerja, itu yang benar,” katanya.

“Bayangkan jika eksploitasinya sudah berjalan, mengeruk kekayaan Kutim, maka juga akan terjadi penjajahan terhadap generasi muda. Terhadap peluang kerja yang dibatasi dengan berbagai argumen yang menurut saya tidak profesional,” imbuhnya.

Load More