Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Kamis, 14 Januari 2021 | 02:15 WIB
Samudra Pasifik. (Pixabay/agape357)

SuaraSurakarta.id - Rute penerbangan seringkali sudah ditentukan oleh pihak maskapai ataupun lembaga yang memiliki kewenangan tersebut. Seperti halnya jalan raya, rute penerbangan juga diatur demi keselamatan. 

Nah, yang perlu diketahui, sebagian besar maskapai penerbangan komersial tidak terbang langsung melewati Samudra Pasifik untuk rute yang menghubungkan Amerika Serikat dan Asia.

Sebaliknya, maskapai penerbangan akan memilih rute "melengkung" yang mencakup daratan.

Beberapa orang mungkin berpikir rute lurus di atas Samudra Pasifik menawarkan jalur terpendek.

Baca Juga: Cuaca Buruk, Pencarian Korban Sriwijaya Air Baru Bisa Dilakukan Malam Nanti

Menurut Monroe Aerospace, alasan utama pesawat tidak terbang di atas Samudra Pasifik adalah karena rute melengkung lebih pendek daripada rute lurus.

Rute lurus tidak menawarkan jarak terpendek antara dua lokasi. Baik maskapai komersial yang terbang dari Amerika Serikat ke Asia atau tempat lain, itu akan memiliki penerbangan tercepat dan paling hemat bahan bakar dengan melakukan penerbangan melengkung.

Selain itu, rute melengkung yang menghubungkan Amerika Serikat ke Asia dan sebaliknya juga lebih aman daripada rute lurus yang menghubungkan kawasan yang sama.

Maskapai komersial biasanya terbang dengan rute melengkung ke utara yang melintasi Kanada dan Alaska. Karena itu, pesawat menghabiskan lebih sedikit waktu di atas Samudra Pasifik dan memungkinkan pendaratan darurat jika diperlukan.

Ilustrasi Pesawat dalam Badai (pixabay/Finmiki)

Di sisi lain, pesawat komersial juga sering menghindari penerbangan di atas Gunung Everest.

Baca Juga: Gelombang Tinggi, Pencarian Sriwijaya Air SJ182 Dihentikan Sementara

Dilansir dari India Today pada Selasa (12/1/2021), Himalaya memiliki pegunungan yang lebih tinggi dari 20.000 kaki, termasuk Gunung Everest dengan ketinggian sekitar 29.035 kaki.

Namun, meski sebagian besar pesawat komersial dapat terbang pada ketinggian 30.000 kaki, tetapi penerbangan harus dilakukan di bawah stratosfer.

Udara di stratosfer sangat tipis dengan kadar oksigen yang rendah. Hal itu akan menyebabkan turbulensi udara dan ketidaknyamanan penumpang.

Selain itu, kekuatan angin akan semakin kencang dan adanya pegunungan membuat manuver pesawat semakin sulit.

Risiko kehabisan oksigen juga dapat terjadi karena maskapai penerbangan biasanya hanya memiliki oksigen selama 20 menit.

Dalam situasi di mana persediaan oksigen habis, penerbangan harus turun ke ketinggian setidaknya 10.000 kaki untuk mengisi oksigen, tetapi hal itu tidak dapat dilakukan di wilayah Himalaya.

Alasan lainnya adalah Angkatan Udara India dan Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat melakukan sesi pelatihan di wilayah tersebut. Umumnya, pihak berwenang membatasi maskapai penerbangan komersial untuk terbang di atasnya.

Alasan-alasan tersebut membuat maskapai penerbangan memilih menghindari terbang di atas Samudra Pasifik dan Gunung Everest karena terlalu berisiko dan menghindari terjadinya kecelakaan.

Load More