Keraton Kasunanan Surakarta Punya Gerbong Jenazah, Dipesan Khusus oleh PB X dan Hanya Dipakai Sekali

Tak banyak yang tahu, Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki sebuah gerbong jenazah, uniknya gerbong tersebut baru dipakai sekali

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 12 Juli 2022 | 16:13 WIB
Keraton Kasunanan Surakarta Punya Gerbong Jenazah, Dipesan Khusus oleh PB X dan Hanya Dipakai Sekali
Gerbong Jenazah milik Keraton Kasunanan Surakarta di Alun-alun kidul. [Suara.com/Ari Welianto]

SuaraSurakarta.id - Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki sebuah gerbong jenazah

Gerbong jenazah tersebut terletak di Alun-alun kidul Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sisa sebelah barat. 

Gerbong jenazah yang dibuat di Belanda ini dipesan khusus oleh Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Paku Buwono (PB) X.

Gerbong ini dipakai hanya satu kali, yakni untuk mengantar jenazah PB X dari keraton menuju makam di Imogiri, Yogyakarta.

Baca Juga:Baliho Keluarga PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Mendapat Sorotan, Sentono Dalem: Tidak Ada yang Namanya Bekas Anak

"Gerbong jenazah itu dipesan sekitar tahun 1905-1910. Ini dibuat di Belanda dan dipesan langsung oleh PB X," ujar Pemerhati Sejarah dan Budaya, KRMT Nuky Mahendranata Nagoro, Selasa (12/7/2022).

Saat proses pembuatannya, Sinuhun PB X juga memberikan masukan-masukan mengenai desain dan bentuknya.

Proses pembuatannya sendiri membutuhkan waktu beberapa tahun, baru selesai sekitar tahun 1914.

"Sinuhun PB X ikut memberikan masukan mengenai bentuk-bentuk, jadi sesuai yang diinginkan seperti apa. Gerbong itu baru jadi sekitar tahun 1914," kata keturunan Sinuhun PB X ini. 

Setelah selesai, kemudian gerbong jenazah tersebut dikirim ke Surakarta tahun 1915 lewat Semarang. Dibawa ke Surakarta melewati jalur rel yang sudah ada dan disimpan di Stasiun Jebres.

Baca Juga:Foto 5 Anak PB XIII 'Menghilang', Baliho Keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Disorot Sentono Dalem

"Dibawa ke Surakarta itu tahun 1915 setelah tiba dari Belanda di Semarang. Sampai di Surakarta ditempatkan di Stasiun Jebres," ungkap dia.

Gerbong jenazah itu hanya sekali dipakai pada tahun 1939 saat Sinuhun PB X meninggal dunia.

"Hanya sekali dipakai oleh Sinuhun, tapi beliau sudah meninggal. Ketika masih sugeng (hidup), beliau tidak pernah memakai," sambungnya.

Memang gerbong itu dipesan khusus untuk Sinuhun PB X saat meninggal nanti. Karena pada zaman dahulu, keraton saat berada di Kartasura atau Surakarta, kalau ada raja yang meninggal dibawa menggunakan jalur darat menuju Imogiri dengan jalan kaki.

Dulu itu dari Surakarta menuju Imogiri ada beberapa pos yang dipakai untuk berhenti saat membawa jenazah. Kemudian ada sendang pasti buat salat atau mencuci, setelah selesai lalu melanjutkan lagi.

"Ada sekitar 3-4 pos, salah satu pos yang menjadi terkenal adalah lokasi Keraton Yogyakarta. Dulu itu di sana pos pemberhentian jenazah ketika jenazah dari Kartasura atau Surakarta menuju Imogiri," jelas dia.

Dengan kondisi seperti itu, kemudian Sinuhun PB X mempunyai inisiatif akhirnya memesan gerbong jenazah. Karena pertimbangannya itu kalau naik kereta kencana terlalu lama, apalagi PB X juga merintis jalur kereta api. 

"Akhirnya beliau dari Balapan ke Tugu menggunakan kereta api. Lalu dari Tugu menuju Imogiri memakai kereta kuda," paparnya.

Menurutnya, setelah buat mengantar jenazah PB X, gerbong tersebut berada di Yogyakarta ditempatkan di Stasiun Tugu dalam waktu cukup lama.

Selama di sana gerbong jenazah itu sudah mengalami restorasi yang digarap pihak Taman Mini Indonesia Indah. Prosesnya itu ditutup dengan kain mori seperti hal pusaka-pusaka keraton, lalu didoakan.

Selanjutnya pihak Keraton Keraton Kasunanan Surakarta membawa gerbong tersebut ke Surakarta dan ditaruh di area terbuka.

"Setelah dipakai, gerbong jenazah ada di Yogyakarta. Dibawa ke Surakarta itu sekitar tahun 1988-1989," sambung dia.

Saat dibawa ke Surakarta mengalami perbaikan terlebih dahulu dan ada upacara-upacara khusus. Ada dua gerbong yang mengikuti, gerbong abdi dalem dan gerbong sentono. 

Perjalanannya itu sampai setengah hari dan berhenti berulang kali dibeberapa tempat. 

Uniknya saat berhenti dan ingin menjalankan lagi dikasih minyak. Jadi asap dupa itu selalu mengepul dan doa-doa terus dipanjatkan para abdi dalem. 

"Berhentinya itu ketika gerbong ingin berhenti sendiri bukan dihentikan. Tahu-tahu itu berat terus mengepul dan akhirnya berhenti, dikasih minyak dan doa lalu jalan lagi, itu sering terjadi. Kebetulan dulu saya ikut saat mengembalikan gerbong jenazah dari Yogyakarta ke Surakarta," terangnya.

"Saya lupa tempat-tempatnya, lebih dari lima kali berhenti. Berangkat dari Yogyakarta itu sekitar pukul 09.00 WIB, sampai Surakarta pukul 15.00 WIB," imbuh dia.

Sampai Surakarta itu ditempatkan di Stasiun Balapan beberapa bulan. Lalu dibawa ke Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan ditempatkan disisi barat alun-alun kidul.

Kenapa ditaruh disisi barat alun-alun kidul itu ada pertimbangan dan filosofinya. Karena searah dengan terbenamnya matahari di sebelah barat, jadi perjalanan dari lahir sampai meninggal.

Selain itu diharapkan biar bisa dinikmati masyarakat secara bebas, jadi tidak ditaruh di area tertutup di dalam keraton. 

"Jadi ada pertimbangan dan filosofinya kenapa gerbong jenazah ditempatkan di ruang terbuka dan disisi barat," pungkasnya.

Kontributor : Ari Welianto

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak