SuaraSurakarta.id - Kebijakan pemerintah Indonesia mengucurkan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi aparatur sipil negara (ASN) seiring dengan mewajibkan perusahaan membayar penuh THR, disambut baik oleh kalangan pekerja.
Bagaimana dengan pengusaha? apakah THR untuk pekerja bisa dibayar tanpa dicicil?
Apalagi saat ini, kenaikan harga pangan, bahan bakar minyak (BBM), serta kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) membuat THR tahun ini dianggap sia-sia.
Menyadur dari BBC Indonesia, Ekonom INDEF, Rizal Taufikurahman memprediksi bahwa kucuran dana THR bagi ASN, pekerja swasta, serta dana bantuan sosial hanya akan menumbuhkan angka konsumsi rumah tangga sebesar 0,4%.
Baca Juga:KPK Himbau Pejabat Negara di Daerah Menolak Gratifikasi Lebaran: Jika Tidak Bisa, Lapor
Menurut dia, kucuran THR sebetulnya sebetulnya dapat meningkatkan konsumsi sebesar 1,2% pada kebutuhan Lebaran seperti pangan, pakaian, dan transportasi untuk mudik. Apalagi, lebih dari 80 juta orang diprediksi akan pulang kampung setelah pemerintah untuk pertama kalinya membebaskan mudik Lebaran sejak pandemi melanda.
Tetapi di saat yang sama, kenaikan harga BBM, pangan, dan PPn menyebabkan konsumsi rumah tangga juga menurun sebesar 0,8%.
Oleh sebab itu, Rizal menilai target pemerintah untuk "meningkatkan daya beli masyarakat" melalui kucuran dana THR dan bantuan sosial ini tidak realistis.
"Ini berat, kalau mau mendorong konsumsi seharusnya pemerintah jangan menaikkan harga, tahan dulu. Setelah Lebaran baru dinaikkan secara perlahan. Ini kan ujug-ujug ditekan semua, jadi konsumsi pasti turun," jelas dia.
Selain itu, peningkatan daya beli bisa tak tercapai apabila ternyata pihak swasta belum sepenuhnya mampu mengikuti jejak pemerintah dengan mengucurkan dana THR secara penuh.
Myra Hanartani dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengatakan belum seluruh sektor usaha mampu memenuhi kewajiban pemerintah untuk membayarkan THR secara utuh.
Baca Juga:Viral Seorang Wanita Bagikan Cara Jitu agar Tak Peroleh Body Shaming Saat Lebaran
"Secara organisasi tentu kami juga tidak bisa mengabaikan anjuran pemerintah, tapi kalau ada individu perusahaan yang merasa tidak mampu dengan kewajiban itu, kami mendorong agar mereka bernegosiasi secara bipartid dengan para pekerja," kata Myra.