"Ini semua bukan karena saya ingin mencari popularitas. Jadi saya mengajak tapi juga memberi contoh langsung, perkara masyarakat mau ikut atau tidak terserah," ungkapnya.
Rata-rata dalam satu hari memakamkan enam jenazah Covid-19 di sejumlah desa dan itu timnya belum banyak. Pernah juga dalam satu itu memakamkan 10 jenazah dan itu harus berpindah dari satu desa ke desa hingga malam.
"Sebenarnya saya tidak membatasi harus memakamkan berapa jenazah, tergantung kondisi saja. Terbanyak itu memakamkan 10 jenazah, satu desa bisa tiga hingga empat jenazah," terangnya.
Sarjono menceritakans, awal-awal pandemi ia bertugas ditingkat daerah Sukoharjo, kemudian menginisiatif fokus di tiga daerah, yakni Gatak, Baki, dan Kartasura. Dulu hanya lima orang relawan untuk tiga kecamatan, tapi sekarang mencapai 20an orang.
Baca Juga:Beroperasi Besok, Melongok Persiapan Mesin Krematorium Jenazah Covid di TPU Tegal Alur
"Awalnya di daerah fokus semua wilayah, lalu saya berinisiatif hanya foksu di tiga wilayah dankita saling backup. Dari lima orang, lama-lama masyarakat banyak yang tergerak dan bergabung jadi relawan," sambung dia.
Ia beralasan kenapa fokus ditiga wilayah, karena kalau menunggu relawan terlalu lama, jadi bersama teman lainnya berinisiatif fokus di tiga wilayah. Karena jarak yang ditempuh itu butuh waktu perjalanan, jadi keluarga harus menunggu.
"Pernah ada yang meninggal pukul 21.00 WIB dan harus pemakaman, tim pemakaman baru sampai sekitar pukul 00.00 WIB. Akhirnya punya ide fokus di tiga wilayah, waktunya pun lebih cepat, baik pengambilan jenazah hingga pemakaman serta meringankan beban relawan lain," paparnya.
Sebelum menjadi relawan Covid-19, Dia sudah menjadi relawan cukup lama. Pernah terjun sebagai relawan saat bencana gempa di Yogyakarta, lalu bencana tsunami di Aceh serta beberapa daerah lain.
Jadi pengalamannya itu membuat jiwa kemanusiaan terus berlanjut hingga saat ini meski tidak dibayar dan menyita waktu. "Saya mulai suka itu saat gempa di Yogyakarta dan Tsunamu di Aceh. Terus ketagihan dan selaku ikut kalau ada bencana," imbuhnya.
Baca Juga:Tak Percaya Covid-19, Kades Jenar Tetap Dianggap Pahlawan: 2 Tahun Bayari PBB Warganya!
Ketika pandemi Covid-19 muncul, dia langsung tergerak menjadi relawan meski resikonya tinggi. "Keadaannya sepert ini kita bisa berperan apa, kalau saya seperti itu. Saya kalau tidak ikut dan hanya diam saja, itu rasanya gelo," pungkas dia.